Sinergisme Lingkungan dan
Pembangunan
Menurut
pendapat saya, lingkungan sangatlah berkaitan dengan pembangunan, baik pada
suatu negara ataupun dunia. Tetapi, pada kenyataannya manusia tidak lagi
mempedulikan kondisi lingkungan dimana ia tinggal, dan hanya mau untuk
memperoleh atau mengambil manfaat dari lingkungan atau alam tersebut. Di sinilah
yang menjadi kelemahan manusia bahwa jika mereka mengambil manfaat tanpa
mempedulikan resiko kerusakan lingkungan, maka yang timbul nantinya adalah
“amarah alam”, atau biasa disebut bencana alam. Jika hal ini terjadi, tidak
hanya akan mengakibatkan masalah bagi manusia, tetapi juga akan mengarah pada
perkembangan pembangunan di negara tersebut. Sebagai contoh nyata, di
Indonesia, pembuatan infrastruktur yang dilakukan (untuk meningkatkan
pembangunan) tidak memperhatikan lingkungan sama sekali. Di Jakarta, pemda DKI
melakukan penebangan pohon untuk melakukan pelebaran jalan, membuat jalan baru
(seperti jalur busway) atau untuk membuat fly over. Padahal hal tersebut bisa
dilakukan tanpa harus melakukan penebangan pohon yang seharusnya menjadi alat
atau tempat peresapan di Jakarta.
Sehingga
karena tidak ada lagi peresapan, pada musim hujan timbullah banjir yang
menggenangi jalan. Hal ini diperburuk karena bahan yang digunakan untuk membuat
jalan tidak mempunyai kekuatan untuk meresap air, karena bahan yang digunakan
adalah bahan yang tidak ramah lingkungan. Efek lainnya adalah akan
terganggunya kesehatan masyarakat karena kualitas air yang tercemar. Jika hal
ini terjadi terus menerus, maka pembangunan pun akan tersendat, bahkan bisa
mengalami penurunan. Disamping hal itu, banyak juga pabrik-pabrik di Indonesia
yang membuang limbahnya dengan sembarang tanpa memperhatikan kondisi lingkungan
sekitarnya. Ada juga penyalahgunaan pemanfaatan sumber daya alam, seperti
penebangan pohon tanpa perhitungan resikonya, pengeboran minyak dengan cara
yang merusak lingkungan serta masih banyak lagi contoh-contoh upaya peningkatan
pembangunan yang merusak lingkungan (dalam hal ini tidak ramah lingkungan).
Jika hal ini terus menerus dilakukan, maka tidak hanya sumber daya alam yang
akan tergerus, tetapi juga lingkungan.
Oleh karena hal tersebut, saya ingin menyampaikan
beberapa masukan agar kita bisa meningkatkan pembangunan tanpa merusak lingkungan.
Pertama, untuk membuat infrastruktur, terutama jalan, sebaiknya menggunakan
bahan-bahan yang ramah lingkungan, yang kemudian dibuat pula area resapan untuk
air. Sehingga infrastruktur bisa berjalan lancar tanpa merusak lingkungan
(menebang pohon). Ini juga akan membantu untuk menciptakan kualitas udara dan
air yang bersih untuk daerah perkotaan seperti Jakarta. Selain itu,
pabrik-pabrik yang ada disarankan untuk memakai ”IPAL”, yang biasa disebut
instalasi pengelolaan limbah. Jadi limbah tidak terbuang secara sembarangan ke
lingkungan, sebab limbah yang bisa di daur ulang akan di olah kembali,
sedangkan yang tidak akan dibuang dengan tingkat pencemaran yang lebih kecil,
sehingga bisa diuraikan kembali oleh alam tanpa tingkat pencemaran tinggi dan
waktu yang penguraian yang lama. Selain itu, jika pemerintah ingin melakukan
penebangan hutan untuk meningkatkan pembangunan, pemerintah sebaiknya
menggunakan sistem ”reboization cycle
area”, yang mana jika pemerintah menebang pohon pada area A, area yang lain
masih ada, dan sebelum pindah ke area selanjutnya, area A tadi sudah dilakukan
penanaman kembali, dan seterusnya dengan pertimbangan waktu (untuk tumbuhnya
pohon) yang matang juga. Jadi jika kembali lagi pada area A, area A tadi sudah
ada pohonnya lagi. Menurut saya, sistem ini sangatlah efisien, karena mengambil
manfaat dari alam tanpa harus merusak atau melukainya. Selain itu, masih ada juga banyak cara agar
pembangunan berjalan lancar tanpa mengorbankan lingkungan dan menghabiskan
sumber daya.
Maka kesimpulannya adalah kita harus bisa melakukan dan
menciptakan pembangunan yang berkualitas tanpa harus merusak lingkungan guna
mewujudkan pertumbuhan dan pembangunan ekonomi serta pelestarian alam dan
lingkungan hidup. Karena kesejahteraan dan ”happiness” tidak hanya milik
manusia, tetapi juga lingkungan, alam dan sekitarnya. Saya juga mempunyai pesan
bahwa ”HARGAILAH LINGKUNGAN DAN ALAM, MAKA MEREKA AKAN MENGHARGAI KITA JUGA”.
Lalu ”JADILAH SAHABAT BUMI!”
Pilihan Kebijakan Bagi Negara Maju dan
Berkembang
Dalam
beberapa hal, kerusakan lingkungan dan sumber daya yang terjadi di dunia
sekilas terlihat berbeda. Permasalahan lingkungan di negara maju dan negara
berkembang tidaklah terlihat sama. Di negara maju, problem lingkungan hidup
lebih banyak disebabkan oleh tingginya kadar emisi yang ada dibandingkan dengan
faktor-faktor lain yang juga menyebabkan rusaknya lingkungan, sedangkan di
negara berkembang, persoalan yang ada lebih sering terjadi pada penyalahgunaan
pemanfaatan sumber daya atau lahan. Karena hal tersebut, tentulah diperlukan
pilihan dan pengambilan keputusan yang berbeda antar negara maju dengan negara
berkembang. Untuk negara maju, pilihan kebijakan yang sesuai dan tepat dalam
mengurangi kadar emisi ialah dengan membuat sebuah kebijakan pertumbuhan
ekonomi yang bisa menciptakan lingkungan hidup yang lebih sehat. Misalnya,
negara-negara maju bisa menerapkan perhitungan GDP mereka dengan menggunakan
sistem perhitungan “Green GDP”, sehingga nantinya mereka bisa mengetahui value
added yang di dapat dari GDP mereka setelah dikurangi biaya emisi karbon (diubah
kedalam satuan moneter). Ini jauh lebih baik dibanding menghitung GDP tanpa
memasukkan biaya emisi atau kerusakan lingkungan. Disamping itu, negara maju
juga bisa mereka bisa membuat kebijakan batas tingkat emisi kepada
pabrik-pabrik yang ada, agar kadar emisi bisa berkurang. Lalu, khusus untuk
negara berkembang, diperlukan pengambilan keputusan yang lebih condong memihak
kepada kondisi lingkungan dan sumber daya daripada pemilik atau pengguna sumber
daya dan lingkungan tersebut. Yang menjadi pertanyaan ialah, apakah hal
tersebut baik terhadap pertumbuhan ekonomi di negara berkembang tersebut?
Jawabannya adalah ya, karena disini kita tidak hanya melihat dalam jangka waktu
sekarang, tetapi juga masa mendatang. Maksudnya, melihat persoalan yang ada di
negara dunia ketiga, banyak sekali sumber daya dan lingkungan yang mengalami
kerusakan atau pencemaran, sehingga jika kita lihat implikasi kedepannya,
sumber daya alam dan lingkungan tersebut jelas tidak dapat digunakan di masa
mendatang. Hal ini sangatlah berbahaya bagi pertumbuhan ekonomi di negara
berkembang pada masa mendatang, karena jika tidak ada lagi sumber daya dan
lingkungan yang memadai untuk di manfaatkan, maka pertumbuhan perekonomian pun
akan tersendat. Lalu akan menimbulkan pula kualitas kehidupan masyarakat yang
buruk. Tetapi, jika pemerintah negara berkembang bisa menerapkan pilihan
kebijakan yang telah disebutkan tadi, maka permasalahan yang bisa timbul di
kemudian hari tersebut bisa segera teratasi dari sekarang. Yang kemudian bisa
membuat negara berkembang tersebut tidak kehabisan lingkungan dan sumber daya
yang memadai. Oleh sebab itu, diperlukan
pilihan-pilihan kebijakan yang tepat baik itu untuk negara maju maupun negara
berkembang. Karena pilihan kebijakan yang tepat dapat menentukan nasib dari
pertumbuhan ekonomi dan kelestarian lingkungan hidup, baik itu di negara maju
dan negara berkembang.
Lingkungan Hidup Global : Kerusakan Hutan dan Efek Rumah Kaca
Seperti
yang telah kita lihat dalam berita atau media komunikasi lainnya, kerusakan
hutan merupakan salah satu permasalahan dunia yang tak kunjung-kunjung
habisnya. Harus diakui bahwa kerusakan hutan memang tidak bisa dihilangkan,
tetapi bisa dikurangi dan di minimalisirkan efek negatifnya, sehingga biaya kerugiannya
tidak terlalu besar. Setiap tahunnya, sekitar 4,5 juta hektar hutan ditebang
dan dibakar entah itu untuk diambil sumber dayanya atau dijadikan lahan.
Kejadian seperti ini sering kita jumpai di negara-negara berkembang yang
kebanyakan memiliki hutan yang luas.
Seharusnya,
dengan adanya keunggulan hutan tersebut, negara-negara berkembang bisa lebih
arif lagi dalam memanfaatkan potensi hutan yang dimiliki. Tidak hanya untuk
sekedar mengambil dan menebang hutan, tetapi bagaimana memanfaatkan hutan
sebagai sumber pertumbuhan ekonomi sekaligus tempat pelestarian lingkungan.
Sebagaimana yang tertera pada “protokol kyoto” yang aktif berlaku pada 16
februari 2005, negara maju seperti USA, Jepang serta Uni Eropa diwajibkan untuk
mengurangi kadar emisinya. Salah satunya ialah dengan “Carbon Trade” atau “Clean Development Mechanism”.
Kedua
cara ini merupakan transaksi karbon antara negara maju dan negara berkembang,
dimana negara berkembang mengurangi karbon negara maju dengan keunggulan hutan
yang dimilikinya dengan biaya ganti rugi (dibayar). Jadi, negara berkembang
tidak sekedar memanfaatkan hutannya untuk ditebang, tetapi dimanfaatkan untuk
mengurangi polusi dunia. Kemudian, permasalahan lainnya yang tidak kalah
penting ialah terjadinya efek rumah kaca. Lapisan gas rumah kaca mengakibatkan
suhu rata-rata bumi naik lebih cepat dan menipiskan lapisan ozon, sehingga
menimbulkan apa yang namanya pemanasan global atau yang sering disebut dengan
“Global Warming”. Ditambah dengan problem yang pertama, permasalahan ini
menjadi sangat kompleks, karena akan berimplikasi pada rusaknya lingkungan
serta menimbulkan biaya yang tinggi bagi dunia. Biaya yang dimaksud disini adalah
biaya yang dikorbankan untuk menanggulangi kerusakan lingkungan dan sumber
daya, pengurangan emisi, dll.
Oleh
karena itu, melihat hal tersebut, dibutuhkan langkah nyata dalam rangka
mengurangi kerusakan hutan dan efek rumah kaca, baik itu dari pemerintah
(negara maju dan berkembang) serta masyarakat global.
Reformasi
Kebijakan dalam Lingkungan dan Pembangunan
Setelah melakukan banyak tindakan-tindakan guna
mengurangi kerusakan lingkungan, baik negara maju maupun negara berkembang
ternyata belum sepenuhnya bisa untuk mengatasi kerusakan lingkungan dan dampak
negatifnya. Masih banyak kebijakan-kebijakan ekonomi yang merusak lingkungan
dan cenderung menghabiskan sumber daya. Seperti masih banyak pabrik-pabrik yang
membuang limbahnya sembarangan, proses pertanian yang merusak lahan, serta
tidak terkontrolnya laju kendaraan di daerah perkotaan yang membuat polusi
udara. Meski masih banyak hal lain yang seperti ini, tapi ketiga masalah ini
merupakan masalah umum yang belum bisa di atasi dengan kebijakan yang ada
sekarang. Oleh karena itu, diperlukan “reformasi kebijakan” untuk mengatasi hal
ini, sebab jika masalah umum ini bisa teratasi maka masalah yang lain pun juga
bisa ikut teratasi.
Pertama, mengenai pencemaran yang di lakukan oleh pabrik,
pemerintah (baik itu negara maju atau berkembang) bisa membuat peraturan yang
menyerukan agar pabrik mengurangi kadar emisinya. Kemudian bisa juga dengan
menyarankan agar pabrik menggunakan “IPAL” (instalasi pengelolaan limbah) agar
kadar emisi yang keluar tidak terlalu tinggi, sehingga tidak merusak “Self
Purifying Ability” (daya bersih sendiri) yang dimiliki oleh alam. Untuk kasus
yang ada di dalam pertanian, pemerintah bisa mensosialisasikan cara-cara
pertanian yang ramah lingkungan atau tidak merusak lahan dan sumber daya. Hal
tersebut bisa dengan menggunakan teknologi yang ramah lingkungan atau dengan
menyarankan petani untuk menggunakan bibit dan pupuk yang alami.
Selain itu, seperti yang telah kita bahas sebelumnya,
penyertaan kaum wanita di dalam pertanian dan pengelolaan sumber daya juga
merupakan salah satu solusi yang tepat. Dan untuk masalah yang terakhir, yaitu
tingginya polusi di perkotaan, ini dikarenakan tidak adanya area hijau yang ada
di daerah serta tingginya jumlah kendaraan. Sarana infrastruktur yang tidak
memadai juga merupakan salah satu tingginya permasalahan lingkungan di
perkotaan. Jika pemerintah ingin mengurangi kadar emisi yang ada, maka semua
harus dimulai dengan memperbaiki sarana infrastruktur yang ada, sehingga jumlah
kendaraan bisa berkurang. Tetapi dengan syarat pembangunan infrastrukturnya
tidak merusak lingkungan.
Dengan begitu, laju pertumbuhan di kota bisa meningkat
tanpa merusak lingkungan sekitarnya. Oleh sebab itu, dengan “reformasi
kebijakan” ini, pertumbuhan ekonomi di negara tersebut bisa berjalan sembari
melestarikan lingkungan hidupnya. Karena pertumbuhan ekonomi suatu negara
ternyata juga ditentukan oleh bagaimana kualitas lingkungan hidup di negara
itu. Tetapi, semuanya kembali lagi kepada komitmen dan pengimplementasian dari
negara itu sendiri.
LINGKUNGAN DAN PEMBANGUNAN
PERSOALAN MENDASAR MENGENAI LINGKUNGAN DAN PEMBANGUNAN
Ada tujuh persoalan mendasar yang berkaitan dengan lingkungan dan
pembangunan. Ketujuh persoalan itu adalah (1) konsep pembangunan yang
berkelanjutan, beserta segenap keterkaitannya dengan masalah-masalah lingkungan
hidup; (2) kependudukan dan sumber daya alam; (3) kemiskinan; (4) pertumbuhan
ekonomi; (5) pembangunan daerah pedesaan; (6) urbanisasi, serta (7)
perekonomian global.
- Pembangunan yang Berkelanjutan dan Perhitungan Nilai Lingkungan Hidup
Untuk memperjelas keseimbangan yang diinginkan antara pertumbuhan ekonomi
dan pelestarian lingkungan hidup, para ahli lingkungan hidup menggunakan
istilah “berkelanjutan” (sustainability) untuk memperjelasnya. Lalu, bagi para
ekonom, istilah “berkelanjutan” akan mengacu pada pertumbuhan ekonomi dan
kualitas kehidupan manusia di masa mendatang. Oleh karena itu, belum lama ini,
para ekonom, terutama para perencana pembangunan memasukan perhitungan
lingkungan ketika merumuskan kebijakan. Sebagai contoh, David Pearce dan Jeremy
Warford memasukan modal lingkungan hidup ke dalam penghitungan NNI* mereka.
Rumusannya adalah :
NNI* = GNI – Dm
– Dn
di mana :
NNI* = pendapatan nasional neto berkesinambungan
Dm = depresiasi aset modal manufaktur
Dn = depresiasi modal lingkungan dalam
satuan moneter (uang)
tahunan.
Di samping ini, masih banyak rumusan-rumusan perhitungan ekonomi yang melibatkan
perhitungan lingkungan. Meski begitu, hal ini tidak cukup untuk mengatasi permasalahan-permasalahan
yang ada sekarang. Karena yang dibutuhkan adalah tindakan nyata dengan
perhitungan, strategi dan kebijakan yang memadai guna menyeimbangkan antara pertumbuhan
ekonomi dengan pelestarian lingkungan hidup. Sehingga nantinya akan memberikan
pertumbuhan ekonomi dan kualitas lingkungan hidup yang jauh lebih baik daripada
sekarang di masa mendatang.
- Populasi, Sumber Daya Alam, dan Lingkungan Hidup
Secara umum, kerusakan atau degradasi lingkungan yang terjadi saat ini
merupakan implikasi dari kegiatan manusia dalam mengambil sumber daya untuk
memenuhi kebutuhannya. Tetapi tidak hanya itu saja, melesatnya laju pertumbuhan
penduduk, terutama di negara berkembang juga ikut mendorong terjadinya
kerusakan lingkungan. Jika hal ini terus terjadi, tidak hanya kerusakan
lingkungan yang akan terjadi, tetapi juga akan timbul ketidakseimbangan antara
jumlah manusia dengan sumber daya alam dan lingkungan. Pastinya, sumber daya
alam akan menipis seiring bertambahnya jumlah penduduk, dan ini bisa berisiko
bagi generasi manusia yang akan datang. Lalu bagaimana cara mengatasi
permasalahan-permasalahan yang ada tersebut? Kemajuan teknologi-lah yang dapat
mengatasi hal itu. Meski demikian, teknologi tidak bisa dijadikan sebagai
solusi utama dalam menangani masalah ini, sebab perlu diciptakan teknologi yang
ramah lingkungan, efisien (dapat menghemat sda), serta tidak menimbulkan polusi
yang berlebihan. Selain itu, penurunan jumlah penduduk juga bisa dijadikan
sebagai solusi lain, meski hal ini tidaklah mudah. Mengapa demikian? Karena
dengan melihat fakta bahwa di negara dunia ketiga, laju pertumbuhan penduduk
sangatlah cepat, sehingga menyusutkan sumber daya dengan cepat pula. Dalam
kasus negara berkembang, bertambahnya jumlah penduduk akan berimplikasi pada
kemiskinan dan kerusakan lingkungan. Sebab para penduduk pasti akan
memanfaatkan sumber daya dan lingkungan meski sumber daya atau lingkungan
tersebut sudah mencapai batasnya (dalam hal ini dipaksakan, sehingga rusak)
guna memenuhi kebutuhannya. Hal ini sangatlah membuat kita sedih dengan melihat
fakta tersebut. Seharusnya manusia mendapatkan “kesejahteraannya” tanpa
mengorbankan “kesejahteraan” dari sumber daya atau lingkungan tersebut.
- Kemiskinan dan Lingkungan Hidup
Selama ini, tingkat kelahiran yang tinggi sering kali disalahkan sebagai
penyebab terjadinya kemiskinan. Pada kasus kali ini, kita akan melihat
bagaimana tingginya angka kemiskinan menyebabkan kerusakan lingkungan. Di
negara dunia ketiga, permasalahan seperti ini merupakan hal yang tidak
terbantahkan. Di negara-negara kawasan Afrika, seperti Kenya, Somalia, dll,
memanfaatkan sumber daya secara tidak teratur. Dalam hal ini, maksudnya adalah
mereka menggunakan sumber daya tanpa memperhatikan kapasitas maksimum yang bisa
di dapat dari sumber daya tersebut. Karena hal itu, sumber daya menjadi
berkurang secara pesat dan lingkungan pun menjadi rusak. Hal ini disebabkan
karena tingginya jumlah penduduk disana, terutama penduduk yang tidak
mendapatkan pekerjaan. Seharusnya hal ini tidaklah terjadi, karena proses
pembangunan yang kita inginkan adalah proses pembangunan yang tidak merusak
lingkungan dan sumber daya. Maka daripada itu, banyak sekali tujuan-tujuan dari
agenda lingkungan hidup internasional (international environment agenda) yang
relevan dengan tujuan dasar pembangunan, salah satunya yaitu menciptakan
pembangunan sembari melestarikan lingkungan.
- Pertumbuhan Ekonomi versus Kelestarian Lingkungan Hidup
Di dunia ini, satu hal yang paling diinginkan oleh manusia, pada umumnya,
dan para ekonom, pada khususnya, saat ini ialah laju pertumbuhan dan
pembangunan ekonomi yang tinggi tanpa kerusakan lingkungan yang lebih parah. Banyak
cara sudah di lakukan seperti memakai teknologi yang ramah lingkungan pada
proses produksi, menggunakan IPAL (instalasi pengelolaan limbah), dll. Dan ada
pula yang namanya “Green GDP”, yang merupakan proses perhitungan GDP dikurangi
dengan biaya polusi atau kerusakan lingkungan. Sudah banyak cara atau teori
yang diciptakan oleh para ekonom, pada khususnya, seperti hal-hal yang telah
disebutkan tadi. Tetapi, pertanyaannya adalah kenapa kerusakan lingkungan terus bertambah seiring
dengan meningkatnya laju pertumbuhan? Jawabnya ialah karena manusia tidak bisa
mengontrol pola produksi dan konsumsinya. Misalnya, manusia tidak memperdulikan
tipisnya sumber minyak di dunia, dan lebih banyak memakai minyak untuk
digunakan dalam pola produksi dan konsumsinya. Jadi, melihat contoh tersebut,
yang menjadi persoalan ialah tuntutan manusia untuk memenuhi kebutuhan produksi
dan konsumsinya. Tetapi yang pelu diperhatikan juga adalah bagaimana cara
mengubah pola konsumsi dan produksi manusia yang merusak lingkungan, sehingga
generasi mendatang tidak menanggung beban yang berat dari eksternalitas negatif
yang ada pada saat ini.
- Pembangunan Daerah Pedesaan dan Lingkungan Hidup
Tidak hanya perkotaan yang perlu dibangun, tetapi merupakan hal penting
jika suatu negara (baik negara maju atau negara berkembang) mampu membangun
daerah pedesaannya. Sebab melihat fakta yang ada, yaitu pesatnya pertumbuhan
penduduk di berbagai negara, pastilah menimbulkan kenaikan pada kebutuhan
pangan penduduknya. Khusus negara berkembang, karena penduduknya terlalu
banyak, maka dibutuhkan penggunaan, pemanfaatan serta distribusi pada kuantitas
sumber daya di sektor pertanian secara efisien, maksimal dan tidak merusak
lingkungan (lahan, sumber daya,dll). Salah satu caranya ialah dengan melibatkan
kaum wanita sebagai pengelola sumber daya alam di pedesaan sekaligus menjadi
pelaksana utama sektor pertanian, sehingga mereka mutlak diintegrasikan ke
dalam setiap program pelestarian lingkungan hidup. Disamping itu hal ini juga
akan meningkatkan status ekonomi dari kaum wanita. Ada juga cara lain selain
mengikutsertakan kaum wanita, yaitu dengan memperkenalkan kepada para petani metode pertanian yang ramah
lingkungan, penggunaan bibit (dalam hal ini input) yang alami, serta
menggunakan teknologi yang efisien dan ramah lingkungan juga. Maka, swasembada
pangan pun bisa tercapai tanpa mengorbankan sumber daya dan lingkungan hidup.
- Pembangunan Perkotaan dan Lingkungan Hidup
Di negara berkembang, implikasi dari migrasi desa-kota ialah pesatnya laju
pertumbuhan penduduk yang ada di kota. Lonjakan itu begitu kuat sehingga
kebanyakan pemerintah negara berkembang tidak mampu untuk mengatasi
tekanan-tekanan tersebut. Tekanan yang dimaksudkan disini ialah persoalan khas
seperti keterbatasan air bersih, kurangnya fasilitas sanitasi, atau area hijau
untuk menyerap polusi. Efeknya, persoalan yang tidak bisa diselesaikan tadi
akan berujung pada parahnya kondisi lingkungan perkotaan dimana keadaannya
sudah sangat menyesakkan. Sehingga kondisi-kondisi inilah yang membuat
masyarakat kota lebih mudah terserang wabah penyakit. Kepadatan penduduk yang
ada di kota juga menimbulkan masalah merebaknya perumahan-perumahan liar dan
rusaknya infrastruktur yang nantinya akan berpengaruh kepada investasi di di bidang
properti atau perumahan. Pada akhirnya, hal-hal ini bisa membuat laju
pembangunan di negara berkembang bisa terhambat.
- Lingkungan Hidup Global
Belakangan ini, terungkap bahwa secara kumulatif kerusakan lingkungan hidup
yang terjadi saat ini disebabkan oleh negara maju dibandingkan oleh negara
berkembang. Realitanya pun terlihat dari hasil KTT Bumi (Earth Summit),
Protokol Kyoto atau Protokol Montreal. Hasilnya ialah bahwa negara-negara dunia
pertama atau yang lebih dikenal dengan negara maju harus mengurangi kadar
karbon dan efek rumah kaca yang ada di negaranya, disamping melestarikan
lingkungan hidup. Bagaimana dengan negara berkembang? Meski tidak memberikan
andil sebesar negara maju, negara berkembang juga turut mencemari lingkungan
hidup. Laju pertumbuhan penduduk dan kemiskinan yang tinggi tanpa disertai
kesigapan pemerintah negara berkembang dalam menanggapi hal tersebut, merupakan
indikator utama penyebab terjadinya penggunaan sumber daya yang tidak efisien
dan kerusakan lingkungan hidup di negara-negara dunia ketiga. Memang, guna
mengatasi persoalan yang sedang “booming” ini, sudah banyak cara yang dilakukan
baik itu oleh negara maju maupun negara berkembang. Tetapi, kembali lagi ke
awal bahwa diperlukan tingkat kesadaran yang tinggi baik dari negara-negara
maju maupun negara-negara berkembang untuk meyelaraskan antara pertumbuhan dan
pembangunan ekonomi dengan pelestarian lingkungan hidup guna mencapai
“kesejahteraan global” baik untuk generasi sekarang maupun mendatang.
Referensi :
- Buku Pembangunan Ekonomi karangan Michael P.Todaro dan Stephen C.Smith edisi kesembilan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar