Environment & Development


Sinergisme Lingkungan dan Pembangunan
Menurut pendapat saya, lingkungan sangatlah berkaitan dengan pembangunan, baik pada suatu negara ataupun dunia. Tetapi, pada kenyataannya manusia tidak lagi mempedulikan kondisi lingkungan dimana ia tinggal, dan hanya mau untuk memperoleh atau mengambil manfaat dari lingkungan atau alam tersebut. Di sinilah yang menjadi kelemahan manusia bahwa jika mereka mengambil manfaat tanpa mempedulikan resiko kerusakan lingkungan, maka yang timbul nantinya adalah “amarah alam”, atau biasa disebut bencana alam. Jika hal ini terjadi, tidak hanya akan mengakibatkan masalah bagi manusia, tetapi juga akan mengarah pada perkembangan pembangunan di negara tersebut. Sebagai contoh nyata, di Indonesia, pembuatan infrastruktur yang dilakukan (untuk meningkatkan pembangunan) tidak memperhatikan lingkungan sama sekali. Di Jakarta, pemda DKI melakukan penebangan pohon untuk melakukan pelebaran jalan, membuat jalan baru (seperti jalur busway) atau untuk membuat fly over. Padahal hal tersebut bisa dilakukan tanpa harus melakukan penebangan pohon yang seharusnya menjadi alat atau tempat peresapan di Jakarta.
Sehingga karena tidak ada lagi peresapan, pada musim hujan timbullah banjir yang menggenangi jalan. Hal ini diperburuk karena bahan yang digunakan untuk membuat jalan tidak mempunyai kekuatan untuk meresap air, karena bahan yang digunakan adalah bahan yang tidak ramah lingkungan. Efek lainnya adalah akan terganggunya kesehatan masyarakat karena kualitas air yang tercemar. Jika hal ini terjadi terus menerus, maka pembangunan pun akan tersendat, bahkan bisa mengalami penurunan. Disamping hal itu, banyak juga pabrik-pabrik di Indonesia yang membuang limbahnya dengan sembarang tanpa memperhatikan kondisi lingkungan sekitarnya. Ada juga penyalahgunaan pemanfaatan sumber daya alam, seperti penebangan pohon tanpa perhitungan resikonya, pengeboran minyak dengan cara yang merusak lingkungan serta masih banyak lagi contoh-contoh upaya peningkatan pembangunan yang merusak lingkungan (dalam hal ini tidak ramah lingkungan). Jika hal ini terus menerus dilakukan, maka tidak hanya sumber daya alam yang akan tergerus, tetapi juga lingkungan.
Oleh karena hal tersebut, saya ingin menyampaikan beberapa masukan agar kita bisa meningkatkan pembangunan tanpa merusak lingkungan. Pertama, untuk membuat infrastruktur, terutama jalan, sebaiknya menggunakan bahan-bahan yang ramah lingkungan, yang kemudian dibuat pula area resapan untuk air. Sehingga infrastruktur bisa berjalan lancar tanpa merusak lingkungan (menebang pohon). Ini juga akan membantu untuk menciptakan kualitas udara dan air yang bersih untuk daerah perkotaan seperti Jakarta. Selain itu, pabrik-pabrik yang ada disarankan untuk memakai ”IPAL”, yang biasa disebut instalasi pengelolaan limbah. Jadi limbah tidak terbuang secara sembarangan ke lingkungan, sebab limbah yang bisa di daur ulang akan di olah kembali, sedangkan yang tidak akan dibuang dengan tingkat pencemaran yang lebih kecil, sehingga bisa diuraikan kembali oleh alam tanpa tingkat pencemaran tinggi dan waktu yang penguraian yang lama. Selain itu, jika pemerintah ingin melakukan penebangan hutan untuk meningkatkan pembangunan, pemerintah sebaiknya menggunakan sistem ”reboization cycle area”, yang mana jika pemerintah menebang pohon pada area A, area yang lain masih ada, dan sebelum pindah ke area selanjutnya, area A tadi sudah dilakukan penanaman kembali, dan seterusnya dengan pertimbangan waktu (untuk tumbuhnya pohon) yang matang juga. Jadi jika kembali lagi pada area A, area A tadi sudah ada pohonnya lagi. Menurut saya, sistem ini sangatlah efisien, karena mengambil manfaat dari alam tanpa harus merusak atau melukainya.  Selain itu, masih ada juga banyak cara agar pembangunan berjalan lancar tanpa mengorbankan lingkungan dan menghabiskan sumber daya.
Maka kesimpulannya adalah kita harus bisa melakukan dan menciptakan pembangunan yang berkualitas tanpa harus merusak lingkungan guna mewujudkan pertumbuhan dan pembangunan ekonomi serta pelestarian alam dan lingkungan hidup. Karena kesejahteraan dan ”happiness” tidak hanya milik manusia, tetapi juga lingkungan, alam dan sekitarnya. Saya juga mempunyai pesan bahwa ”HARGAILAH LINGKUNGAN DAN ALAM, MAKA MEREKA AKAN MENGHARGAI KITA JUGA”. Lalu ”JADILAH SAHABAT BUMI!”
 
Pilihan Kebijakan Bagi Negara Maju dan Berkembang
Dalam beberapa hal, kerusakan lingkungan dan sumber daya yang terjadi di dunia sekilas terlihat berbeda. Permasalahan lingkungan di negara maju dan negara berkembang tidaklah terlihat sama. Di negara maju, problem lingkungan hidup lebih banyak disebabkan oleh tingginya kadar emisi yang ada dibandingkan dengan faktor-faktor lain yang juga menyebabkan rusaknya lingkungan, sedangkan di negara berkembang, persoalan yang ada lebih sering terjadi pada penyalahgunaan pemanfaatan sumber daya atau lahan. Karena hal tersebut, tentulah diperlukan pilihan dan pengambilan keputusan yang berbeda antar negara maju dengan negara berkembang. Untuk negara maju, pilihan kebijakan yang sesuai dan tepat dalam mengurangi kadar emisi ialah dengan membuat sebuah kebijakan pertumbuhan ekonomi yang bisa menciptakan lingkungan hidup yang lebih sehat. Misalnya, negara-negara maju bisa menerapkan perhitungan GDP mereka dengan menggunakan sistem perhitungan “Green GDP”, sehingga nantinya mereka bisa mengetahui value added yang di dapat dari GDP mereka setelah dikurangi biaya emisi karbon (diubah kedalam satuan moneter). Ini jauh lebih baik dibanding menghitung GDP tanpa memasukkan biaya emisi atau kerusakan lingkungan. Disamping itu, negara maju juga bisa mereka bisa membuat kebijakan batas tingkat emisi kepada pabrik-pabrik yang ada, agar kadar emisi bisa berkurang. Lalu, khusus untuk negara berkembang, diperlukan pengambilan keputusan yang lebih condong memihak kepada kondisi lingkungan dan sumber daya daripada pemilik atau pengguna sumber daya dan lingkungan tersebut. Yang menjadi pertanyaan ialah, apakah hal tersebut baik terhadap pertumbuhan ekonomi di negara berkembang tersebut? Jawabannya adalah ya, karena disini kita tidak hanya melihat dalam jangka waktu sekarang, tetapi juga masa mendatang. Maksudnya, melihat persoalan yang ada di negara dunia ketiga, banyak sekali sumber daya dan lingkungan yang mengalami kerusakan atau pencemaran, sehingga jika kita lihat implikasi kedepannya, sumber daya alam dan lingkungan tersebut jelas tidak dapat digunakan di masa mendatang. Hal ini sangatlah berbahaya bagi pertumbuhan ekonomi di negara berkembang pada masa mendatang, karena jika tidak ada lagi sumber daya dan lingkungan yang memadai untuk di manfaatkan, maka pertumbuhan perekonomian pun akan tersendat. Lalu akan menimbulkan pula kualitas kehidupan masyarakat yang buruk. Tetapi, jika pemerintah negara berkembang bisa menerapkan pilihan kebijakan yang telah disebutkan tadi, maka permasalahan yang bisa timbul di kemudian hari tersebut bisa segera teratasi dari sekarang. Yang kemudian bisa membuat negara berkembang tersebut tidak kehabisan lingkungan dan sumber daya yang memadai.  Oleh sebab itu, diperlukan pilihan-pilihan kebijakan yang tepat baik itu untuk negara maju maupun negara berkembang. Karena pilihan kebijakan yang tepat dapat menentukan nasib dari pertumbuhan ekonomi dan kelestarian lingkungan hidup, baik itu di negara maju dan negara berkembang.  


Lingkungan Hidup Global : Kerusakan Hutan dan Efek Rumah Kaca
Seperti yang telah kita lihat dalam berita atau media komunikasi lainnya, kerusakan hutan merupakan salah satu permasalahan dunia yang tak kunjung-kunjung habisnya. Harus diakui bahwa kerusakan hutan memang tidak bisa dihilangkan, tetapi bisa dikurangi dan di minimalisirkan efek negatifnya, sehingga biaya kerugiannya tidak terlalu besar. Setiap tahunnya, sekitar 4,5 juta hektar hutan ditebang dan dibakar entah itu untuk diambil sumber dayanya atau dijadikan lahan. Kejadian seperti ini sering kita jumpai di negara-negara berkembang yang kebanyakan memiliki hutan yang luas.
Seharusnya, dengan adanya keunggulan hutan tersebut, negara-negara berkembang bisa lebih arif lagi dalam memanfaatkan potensi hutan yang dimiliki. Tidak hanya untuk sekedar mengambil dan menebang hutan, tetapi bagaimana memanfaatkan hutan sebagai sumber pertumbuhan ekonomi sekaligus tempat pelestarian lingkungan. Sebagaimana yang tertera pada “protokol kyoto” yang aktif berlaku pada 16 februari 2005, negara maju seperti USA, Jepang serta Uni Eropa diwajibkan untuk mengurangi kadar emisinya. Salah satunya ialah dengan “Carbon Trade” atau  “Clean Development Mechanism”.
Kedua cara ini merupakan transaksi karbon antara negara maju dan negara berkembang, dimana negara berkembang mengurangi karbon negara maju dengan keunggulan hutan yang dimilikinya dengan biaya ganti rugi (dibayar). Jadi, negara berkembang tidak sekedar memanfaatkan hutannya untuk ditebang, tetapi dimanfaatkan untuk mengurangi polusi dunia. Kemudian, permasalahan lainnya yang tidak kalah penting ialah terjadinya efek rumah kaca. Lapisan gas rumah kaca mengakibatkan suhu rata-rata bumi naik lebih cepat dan menipiskan lapisan ozon, sehingga menimbulkan apa yang namanya pemanasan global atau yang sering disebut dengan “Global Warming”. Ditambah dengan problem yang pertama, permasalahan ini menjadi sangat kompleks, karena akan berimplikasi pada rusaknya lingkungan serta menimbulkan biaya yang tinggi bagi dunia. Biaya yang dimaksud disini adalah biaya yang dikorbankan untuk menanggulangi kerusakan lingkungan dan sumber daya, pengurangan emisi, dll.
Oleh karena itu, melihat hal tersebut, dibutuhkan langkah nyata dalam rangka mengurangi kerusakan hutan dan efek rumah kaca, baik itu dari pemerintah (negara maju dan berkembang) serta masyarakat global.


Reformasi Kebijakan dalam Lingkungan dan Pembangunan
Setelah melakukan banyak tindakan-tindakan guna mengurangi kerusakan lingkungan, baik negara maju maupun negara berkembang ternyata belum sepenuhnya bisa untuk mengatasi kerusakan lingkungan dan dampak negatifnya. Masih banyak kebijakan-kebijakan ekonomi yang merusak lingkungan dan cenderung menghabiskan sumber daya. Seperti masih banyak pabrik-pabrik yang membuang limbahnya sembarangan, proses pertanian yang merusak lahan, serta tidak terkontrolnya laju kendaraan di daerah perkotaan yang membuat polusi udara. Meski masih banyak hal lain yang seperti ini, tapi ketiga masalah ini merupakan masalah umum yang belum bisa di atasi dengan kebijakan yang ada sekarang. Oleh karena itu, diperlukan “reformasi kebijakan” untuk mengatasi hal ini, sebab jika masalah umum ini bisa teratasi maka masalah yang lain pun juga bisa ikut teratasi.
Pertama, mengenai pencemaran yang di lakukan oleh pabrik, pemerintah (baik itu negara maju atau berkembang) bisa membuat peraturan yang menyerukan agar pabrik mengurangi kadar emisinya. Kemudian bisa juga dengan menyarankan agar pabrik menggunakan “IPAL” (instalasi pengelolaan limbah) agar kadar emisi yang keluar tidak terlalu tinggi, sehingga tidak merusak “Self Purifying Ability” (daya bersih sendiri) yang dimiliki oleh alam. Untuk kasus yang ada di dalam pertanian, pemerintah bisa mensosialisasikan cara-cara pertanian yang ramah lingkungan atau tidak merusak lahan dan sumber daya. Hal tersebut bisa dengan menggunakan teknologi yang ramah lingkungan atau dengan menyarankan petani untuk menggunakan bibit dan pupuk yang alami.
Selain itu, seperti yang telah kita bahas sebelumnya, penyertaan kaum wanita di dalam pertanian dan pengelolaan sumber daya juga merupakan salah satu solusi yang tepat. Dan untuk masalah yang terakhir, yaitu tingginya polusi di perkotaan, ini dikarenakan tidak adanya area hijau yang ada di daerah serta tingginya jumlah kendaraan. Sarana infrastruktur yang tidak memadai juga merupakan salah satu tingginya permasalahan lingkungan di perkotaan. Jika pemerintah ingin mengurangi kadar emisi yang ada, maka semua harus dimulai dengan memperbaiki sarana infrastruktur yang ada, sehingga jumlah kendaraan bisa berkurang. Tetapi dengan syarat pembangunan infrastrukturnya tidak merusak lingkungan.
Dengan begitu, laju pertumbuhan di kota bisa meningkat tanpa merusak lingkungan sekitarnya. Oleh sebab itu, dengan “reformasi kebijakan” ini, pertumbuhan ekonomi di negara tersebut bisa berjalan sembari melestarikan lingkungan hidupnya. Karena pertumbuhan ekonomi suatu negara ternyata juga ditentukan oleh bagaimana kualitas lingkungan hidup di negara itu. Tetapi, semuanya kembali lagi kepada komitmen dan pengimplementasian dari negara itu sendiri.


 LINGKUNGAN DAN PEMBANGUNAN

PERSOALAN MENDASAR MENGENAI LINGKUNGAN DAN PEMBANGUNAN
Ada tujuh persoalan mendasar yang berkaitan dengan lingkungan dan pembangunan. Ketujuh persoalan itu adalah (1) konsep pembangunan yang berkelanjutan, beserta segenap keterkaitannya dengan masalah-masalah lingkungan hidup; (2) kependudukan dan sumber daya alam; (3) kemiskinan; (4) pertumbuhan ekonomi; (5) pembangunan daerah pedesaan; (6) urbanisasi, serta (7) perekonomian global.

  1. Pembangunan yang Berkelanjutan dan Perhitungan Nilai Lingkungan Hidup
Untuk memperjelas keseimbangan yang diinginkan antara pertumbuhan ekonomi dan pelestarian lingkungan hidup, para ahli lingkungan hidup menggunakan istilah “berkelanjutan” (sustainability) untuk memperjelasnya. Lalu, bagi para ekonom, istilah “berkelanjutan” akan mengacu pada pertumbuhan ekonomi dan kualitas kehidupan manusia di masa mendatang. Oleh karena itu, belum lama ini, para ekonom, terutama para perencana pembangunan memasukan perhitungan lingkungan ketika merumuskan kebijakan. Sebagai contoh, David Pearce dan Jeremy Warford memasukan modal lingkungan hidup ke dalam penghitungan NNI* mereka. Rumusannya adalah :
                        NNI* = GNI – Dm – Dn
di mana :
                        NNI*    = pendapatan nasional neto berkesinambungan
                        Dm        = depresiasi aset modal manufaktur
                        Dn        = depresiasi modal lingkungan dalam satuan moneter (uang)
                                       tahunan.
Di samping ini, masih banyak rumusan-rumusan perhitungan ekonomi yang melibatkan perhitungan lingkungan. Meski begitu, hal ini tidak cukup untuk mengatasi permasalahan-permasalahan yang ada sekarang. Karena yang dibutuhkan adalah tindakan nyata dengan perhitungan, strategi dan kebijakan yang memadai guna menyeimbangkan antara pertumbuhan ekonomi dengan pelestarian lingkungan hidup. Sehingga nantinya akan memberikan pertumbuhan ekonomi dan kualitas lingkungan hidup yang jauh lebih baik daripada sekarang di masa mendatang.


  1. Populasi, Sumber Daya Alam, dan Lingkungan Hidup
Secara umum, kerusakan atau degradasi lingkungan yang terjadi saat ini merupakan implikasi dari kegiatan manusia dalam mengambil sumber daya untuk memenuhi kebutuhannya. Tetapi tidak hanya itu saja, melesatnya laju pertumbuhan penduduk, terutama di negara berkembang juga ikut mendorong terjadinya kerusakan lingkungan. Jika hal ini terus terjadi, tidak hanya kerusakan lingkungan yang akan terjadi, tetapi juga akan timbul ketidakseimbangan antara jumlah manusia dengan sumber daya alam dan lingkungan. Pastinya, sumber daya alam akan menipis seiring bertambahnya jumlah penduduk, dan ini bisa berisiko bagi generasi manusia yang akan datang. Lalu bagaimana cara mengatasi permasalahan-permasalahan yang ada tersebut? Kemajuan teknologi-lah yang dapat mengatasi hal itu. Meski demikian, teknologi tidak bisa dijadikan sebagai solusi utama dalam menangani masalah ini, sebab perlu diciptakan teknologi yang ramah lingkungan, efisien (dapat menghemat sda), serta tidak menimbulkan polusi yang berlebihan. Selain itu, penurunan jumlah penduduk juga bisa dijadikan sebagai solusi lain, meski hal ini tidaklah mudah. Mengapa demikian? Karena dengan melihat fakta bahwa di negara dunia ketiga, laju pertumbuhan penduduk sangatlah cepat, sehingga menyusutkan sumber daya dengan cepat pula. Dalam kasus negara berkembang, bertambahnya jumlah penduduk akan berimplikasi pada kemiskinan dan kerusakan lingkungan. Sebab para penduduk pasti akan memanfaatkan sumber daya dan lingkungan meski sumber daya atau lingkungan tersebut sudah mencapai batasnya (dalam hal ini dipaksakan, sehingga rusak) guna memenuhi kebutuhannya. Hal ini sangatlah membuat kita sedih dengan melihat fakta tersebut. Seharusnya manusia mendapatkan “kesejahteraannya” tanpa mengorbankan “kesejahteraan” dari sumber daya atau lingkungan tersebut.

  1. Kemiskinan dan Lingkungan Hidup
Selama ini, tingkat kelahiran yang tinggi sering kali disalahkan sebagai penyebab terjadinya kemiskinan. Pada kasus kali ini, kita akan melihat bagaimana tingginya angka kemiskinan menyebabkan kerusakan lingkungan. Di negara dunia ketiga, permasalahan seperti ini merupakan hal yang tidak terbantahkan. Di negara-negara kawasan Afrika, seperti Kenya, Somalia, dll, memanfaatkan sumber daya secara tidak teratur. Dalam hal ini, maksudnya adalah mereka menggunakan sumber daya tanpa memperhatikan kapasitas maksimum yang bisa di dapat dari sumber daya tersebut. Karena hal itu, sumber daya menjadi berkurang secara pesat dan lingkungan pun menjadi rusak. Hal ini disebabkan karena tingginya jumlah penduduk disana, terutama penduduk yang tidak mendapatkan pekerjaan. Seharusnya hal ini tidaklah terjadi, karena proses pembangunan yang kita inginkan adalah proses pembangunan yang tidak merusak lingkungan dan sumber daya. Maka daripada itu, banyak sekali tujuan-tujuan dari agenda lingkungan hidup internasional (international environment agenda) yang relevan dengan tujuan dasar pembangunan, salah satunya yaitu menciptakan pembangunan sembari melestarikan lingkungan.

  1. Pertumbuhan Ekonomi versus Kelestarian Lingkungan Hidup
Di dunia ini, satu hal yang paling diinginkan oleh manusia, pada umumnya, dan para ekonom, pada khususnya, saat ini ialah laju pertumbuhan dan pembangunan ekonomi yang tinggi tanpa kerusakan lingkungan yang lebih parah. Banyak cara sudah di lakukan seperti memakai teknologi yang ramah lingkungan pada proses produksi, menggunakan IPAL (instalasi pengelolaan limbah), dll. Dan ada pula yang namanya “Green GDP”, yang merupakan proses perhitungan GDP dikurangi dengan biaya polusi atau kerusakan lingkungan. Sudah banyak cara atau teori yang diciptakan oleh para ekonom, pada khususnya, seperti hal-hal yang telah disebutkan tadi. Tetapi, pertanyaannya adalah kenapa  kerusakan lingkungan terus bertambah seiring dengan meningkatnya laju pertumbuhan? Jawabnya ialah karena manusia tidak bisa mengontrol pola produksi dan konsumsinya. Misalnya, manusia tidak memperdulikan tipisnya sumber minyak di dunia, dan lebih banyak memakai minyak untuk digunakan dalam pola produksi dan konsumsinya. Jadi, melihat contoh tersebut, yang menjadi persoalan ialah tuntutan manusia untuk memenuhi kebutuhan produksi dan konsumsinya. Tetapi yang pelu diperhatikan juga adalah bagaimana cara mengubah pola konsumsi dan produksi manusia yang merusak lingkungan, sehingga generasi mendatang tidak menanggung beban yang berat dari eksternalitas negatif yang ada pada saat ini.

  1. Pembangunan Daerah Pedesaan dan Lingkungan Hidup
Tidak hanya perkotaan yang perlu dibangun, tetapi merupakan hal penting jika suatu negara (baik negara maju atau negara berkembang) mampu membangun daerah pedesaannya. Sebab melihat fakta yang ada, yaitu pesatnya pertumbuhan penduduk di berbagai negara, pastilah menimbulkan kenaikan pada kebutuhan pangan penduduknya. Khusus negara berkembang, karena penduduknya terlalu banyak, maka dibutuhkan penggunaan, pemanfaatan serta distribusi pada kuantitas sumber daya di sektor pertanian secara efisien, maksimal dan tidak merusak lingkungan (lahan, sumber daya,dll). Salah satu caranya ialah dengan melibatkan kaum wanita sebagai pengelola sumber daya alam di pedesaan sekaligus menjadi pelaksana utama sektor pertanian, sehingga mereka mutlak diintegrasikan ke dalam setiap program pelestarian lingkungan hidup. Disamping itu hal ini juga akan meningkatkan status ekonomi dari kaum wanita. Ada juga cara lain selain mengikutsertakan kaum wanita, yaitu dengan memperkenalkan kepada  para petani metode pertanian yang ramah lingkungan, penggunaan bibit (dalam hal ini input) yang alami, serta menggunakan teknologi yang efisien dan ramah lingkungan juga. Maka, swasembada pangan pun bisa tercapai tanpa mengorbankan sumber daya dan lingkungan hidup.

  1. Pembangunan Perkotaan dan Lingkungan Hidup
Di negara berkembang, implikasi dari migrasi desa-kota ialah pesatnya laju pertumbuhan penduduk yang ada di kota. Lonjakan itu begitu kuat sehingga kebanyakan pemerintah negara berkembang tidak mampu untuk mengatasi tekanan-tekanan tersebut. Tekanan yang dimaksudkan disini ialah persoalan khas seperti keterbatasan air bersih, kurangnya fasilitas sanitasi, atau area hijau untuk menyerap polusi. Efeknya, persoalan yang tidak bisa diselesaikan tadi akan berujung pada parahnya kondisi lingkungan perkotaan dimana keadaannya sudah sangat menyesakkan. Sehingga kondisi-kondisi inilah yang membuat masyarakat kota lebih mudah terserang wabah penyakit. Kepadatan penduduk yang ada di kota juga menimbulkan masalah merebaknya perumahan-perumahan liar dan rusaknya infrastruktur yang nantinya akan berpengaruh kepada investasi di di bidang properti atau perumahan. Pada akhirnya, hal-hal ini bisa membuat laju pembangunan di negara berkembang bisa terhambat.

  1. Lingkungan Hidup Global
Belakangan ini, terungkap bahwa secara kumulatif kerusakan lingkungan hidup yang terjadi saat ini disebabkan oleh negara maju dibandingkan oleh negara berkembang. Realitanya pun terlihat dari hasil KTT Bumi (Earth Summit), Protokol Kyoto atau Protokol Montreal. Hasilnya ialah bahwa negara-negara dunia pertama atau yang lebih dikenal dengan negara maju harus mengurangi kadar karbon dan efek rumah kaca yang ada di negaranya, disamping melestarikan lingkungan hidup. Bagaimana dengan negara berkembang? Meski tidak memberikan andil sebesar negara maju, negara berkembang juga turut mencemari lingkungan hidup. Laju pertumbuhan penduduk dan kemiskinan yang tinggi tanpa disertai kesigapan pemerintah negara berkembang dalam menanggapi hal tersebut, merupakan indikator utama penyebab terjadinya penggunaan sumber daya yang tidak efisien dan kerusakan lingkungan hidup di negara-negara dunia ketiga. Memang, guna mengatasi persoalan yang sedang “booming” ini, sudah banyak cara yang dilakukan baik itu oleh negara maju maupun negara berkembang. Tetapi, kembali lagi ke awal bahwa diperlukan tingkat kesadaran yang tinggi baik dari negara-negara maju maupun negara-negara berkembang untuk meyelaraskan antara pertumbuhan dan pembangunan ekonomi dengan pelestarian lingkungan hidup guna mencapai “kesejahteraan global” baik untuk generasi sekarang maupun mendatang.   

Referensi :
  1. Buku Pembangunan Ekonomi karangan Michael P.Todaro dan Stephen C.Smith edisi kesembilan





Tidak ada komentar:

Posting Komentar