Modal Manusia : Pendidikan dan Kesehatan dalam
Pembangunan Ekonomi
Pendidikan dan kesehatan merupakan tujuan pembangunan
yang mendasar,terlepas dari hal-hal lain, kedua hal itu merupakan hal yang
penting. Kesehatan merupakan inti dari kesejahteraan, dan pendidikan merupakan
hal yang pokok untuk menggapai kehidupan yang memuaskan dan berharga. Keduanya
merupakan hal yang fundamental untuk membentuk kapabilitas manusia yang lebih
luas yang berada pada inti makna pembangunan. Pada saat yang sama, pendidikan
memainkan peran kunci dalam membentuk kemampuan sebuah negara berkembang untuk
menyerap teknologi modern dan untuk mengembangkan kapasitas agar tercipta
pertumbuhan serta pembangunan yang produktivitas.
Sementara itu, keberhasilan pendidikan juga bertumpu pada
kesehatan yang baik. Oleh karena itu, kesehatan dan juga pendidikan juga dapat
dilihat sebagai komponen pertumbuhan dan pembangunan yang vital sebagai
input produksi aggregat. Peran gandanya sebagai input maupun output menyebabkan
kesehatan dan pendidikan sangat pentingdalam pembangunan ekonomi. Di sisi lain, kesehatan
dan pendidikan sangat erat hubungannya dengan pembangunan ekonomi. Di satu sisi,
modal kesehatan yang lebih baik dapat meningkatkan pengembalian investasi yang
dicurahkan untuk pendidikan, karena kesehatan merupakan faktor penting agar
seseorang bisa hadir di sekolah dan dalam proses pembelajaran formal. Harapan
hidup yang lebih panjang dapat meningkatkan pengembalian atas investasi dalam
pendidikan, sementara kesehatan yang lebih baik akan menyebabkan rendahnya
tingkat depresiasi modal pendidikan. Sementara itu, modal pendidikan yang lebih
baik dapat meningkatkan pengembalian atas investasi dalam kesehatan, karena
banyak program kesehatan bergantung pada keterampilan dasar yang dipelajari
disekolah, termasuk kesehatan pribadi dan sanitasi, disamping melek huruf dan
angka, juga dibutuhkan pendidikan untuk membentuk dan melatih petugas pelayanan
kesehatan. Pada akhirnya,perbaikan atas efesiensi produktif dari investasi
dalam pendidikan dan kesehatan dapat meningkatkan harapan hidup.
Sebab analisis atas investasi dalam bidang kesehatan dan
pendidikan menyatu dalam pendekatan modal manusia. Modal manusia(human
capital) adalah istilah yang sering digunakan oleh para ekonom untuk
pendidikan, kesehatan dan kapasitas manusia yang lain yang dapat meningkatkan
produktivitas. Jika hal-hal tersebut ditingkatkan setelah investasi awal dilakukan, maka
dapat dihasilkan suatu aliran penghasilan masa depan dari perbaikan pendidikan
dan kesehatan. Akibatnya,suatu tingkat pengembalian (rate of return) dapat
diperoleh dari investasi terhadap pendidikan dan kesehatan. Hal ini sangatlah
penting karena pendidikan dan kesehatan juga berkontribusi langsung terhadap
kesejahteraan, namun pendekatan modal manusia berfokus pada kemampuan tidak langsung
meningkatkan taraf hidup yang lebih baik, karena diperluukan pula proses yang
panjang untuk melakukakn hal tersebut.
Referensi :
Referensi :
- Buku ekonomi pembangunan Todaro
APA-MENGAPA-BAGAIMANA
PEREKONOMIAN INDONESIA
MENGENAL PEREKONOMIAN INDONESIA
Dengan melihat masalah ekonomi
dan sosial yang terjadi di Indonesia saat ini, terdapat dugaan kuat bahwa telah
terjadi gejolak di dalam perekonomian Indonesia. Meski demikian, hal tersebut
bukanlah satu-satunya faktor yang menyebabkan timbulnya permasalahan di
Indonesia. Tetapi, banyak orang bertanya-tanya, apa yang sedang terjadi dengan
perekonomian Indonesia saat ini? Salah satu jawaban yang dapat memberikan
informasi yang konkret adalah dengan mengenal, mempelajari dan mengetahuinya.
Apa, mengapa dan bagaimanakah perekonomian Indonesia itu dapat memberikan kita
jawaban dan pengetahuan tentang kondisi, hal-hal serta permasalahan ekonomi
yang ada di Indonesia. Di samping nantinya juga akan membahas dampaknya pada
kesejahteraan masyarakat.
Apa itu perekonomian Indonesia?
Banyak sekali definisi untuk menjelaskan hal ini yang dikarenakan cakupan dan
indikator yang luas. Tetapi ada hal yang dapat mendefiniskan perekonomian
Indonesia secara “gamblang”, yaitu dengan melihat bagaimana keterkaitan antara
ideologi dan teori-teori ekonomi berperan di dalam ekonomi Indonesia. Jika
melirik kembali kepada sejarah, dapat diketahui apa maksud dari pernyataan
tersebut. Pada pertengahan Mei 1981, salah satu sorotan ditujukan kepada
pembahasan mengenai Ekonomi Pancasila yang saat itu sedang mulai menghangat.
Secara garis besar, Ekonomi Pancasila adalah sistem ekonomi yang berorientasi
pada keadilan sosial dengan landasan utamanya adalah akhlak dan moral
ke-Tuhanan, menekankan pada etika manusia yang beradab, menjunjung persatuan
dan mengutamakan musyawarah dalam pengambilan keputusan (Gunawan S, 2007). Di
dalamnya terkandung makna dan implementasi dari Pancasila serta UUD 1945, yang
nantinya akan menimbulkan demokrasi di dalam ekonomi. Jadi sangatlah logis dan
nyata bahwa tidak hanya sekarang, tetapi juga pada masa lalu, teori-teori
ekonomi yang digunakan untuk membangun perekonomian Indonesia menggunakan
prinsip yang menjadi kepribadian bangsa Indonesia, yaitu Demokrasi Ekonomi yang
berlandaskan pancasila. Karena tujuan utama dari Demokrasi Pancasila ialah
menggapai kemakmuran bersama, entah itu dilakukan dalam produksi, konsumsi
ataupun dalam menggapai keuntungan. Tetapi perlu dicermati juga bahwa langka-langkah
tersebut haruslah dilandasi dengan lima sila yang terdapat di dalam pancasila.
Selanjutnya, terlintas sejenak
mengapa perekonomian Indonesia menjadi sedemikian pentingnya? Ini terjadi
karena perekonomian Indonesia menjadi acuan tingkat kesejahteraan masyarakat
Indonesia, yang mana jumlah penduduk Indonesia merupakan yang terbesar keempat
di dunia. Memang jumlah penduduk yang banyak pastinya akan menyebabkan tuntutan
pemenuhan kesejahteraan yang tinggi. Hal ini berbanding terbalik dengan
terbatasnya jumlah faktor produksi serta jumlah lapangan pekerjaan di
Indonesia. Sehingga melihat kenyataannya, timbul berbagai persoalan masalah
dalam kehidupan masyarakat. Terdapat empat masalah utama dalam perekonomian
Indonesia, yaitu pengangguran, kemiskinan, kegagalan pasar dan kesenjangan
(baik kesenjangan antar golongan penduduk, antar sektor, maupun antar daerah).
Keempat hal tersebut merupakan faktor yang mampu menghambat tercapainya
kesejahteraan untuk masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, perekonomian Indonesia
berperan penting dalam menyelesaikan masalah-masalah tersebut guna menjaga
tingkat kesejahteraan bagi masyarakat Indonesia.
Lalu bagaimana caranya
mengatasi masalah tersebut? Banyak cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi
permasalahan tersebut. Tetapi, ada pepatah mengatakan bahwa, sehari selembar
benang, lama-lama jadi sehelai kain, artinya pekerjaan sesulit apapun tapi jika
diselesaikan dengan kesabaran pasti akan selesai dengan baik.
Inilah yang dibutuhkan pemerintah Indonesia dalam menyelesaikan permasalahan
tersebut disamping menemukan solusi yang tepat dan sesuai. Ada beberapa solusi
yang mampu mengurangi dan menyelesaikan permasalahan tersebut. Diantaranya
ialah dengan menciptakan kesempatan kerja, employment, meningkatkan
pendapatan, income, dan meningkatkan
kesejahteraan, growth. Dengan melihat
gambar 1.1, tercermin bagaimana solusi ini mengatasi permasalahan tersebut.
Di gambarkan bahwa dengan terciptanya lapangan
kerja maka akan meningkatnya pendapatan masyarakat serta pertumbuhan yang
nantinya akan berpengaruh kepada perekonomian Indonesia. Sehingga, karena
meningkatnya ekonomi Indonesia, kesejahteraan masyarakat pun akan meningkat
pula. Tetapi, itu semua juga tidak akan berhasil apabila masyarakatnya tidak di
bangun. Sebab yang menentukan nasib suatu bangsa adalah bangsa itu sendiri.
Pada akhirnya, dengan mengenal,
mempelajari serta mengetahui tentang
perekonomian Indonesia, dapat membuat pemahaman serta rasa nasionalis seseorang
semakin bertambah, di samping menambah wawasan tentang apa, mengapa dan
bagaimanakah perekonomian Indonesia itu sendiri. Maka inilah juga yang akan
memupuk rasa dan jiwa kebangsaan seseorang, sebab tidak hanya membahas tentang
hal-hal yang berkaitan dengan ekonomi dan permasalahannya, tetapi di dalam perekonomian
Indonesia terdapat juga makna dan implementasi dari pancasila dan UUD 1945.
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Kuncoro, Mudrajad (2009), Ekonomika Indonesia : Dinamika Lingkungan
Bisnis di Tengah Krisis Global, Yogyakarta: UPP STIM YKPN
2.
Swasono, Sri-Edi (1985), Sistem Ekonomi dan Demokrasi Ekonomi,
Jakarta: UI-Press
3.
Hidayat, M.Syamsul (2004), Bunga Rampai Peribahasa dan Pantun,
Surabaya: Apollo
Strategi dan
Teknik untuk Pengentasan Kemiskinan di Indonesia
Arti
kemiskinan manusia secara umum adalah “kurangnya kemampuan esensial manusia
terutama dalam hal ‘kemelekan huruf’ (kemampuan membaca; literacy) serta
tingkat kesehatan dan gizi”. Selain itu, diartikan pula sebagai kurangnya
pendapatan sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan konsumsi minimum. Sedangkan
menurut Departemen Sosial dan BPS, mendefiniskan kemiskinan sebagai
ketidakmampuan individu dalam memenuhi kebutuhan dasar minimal untuk layak
hidup. Definisi atau pengertian kemiskinan juga perlu dibedakan antara
kemiskinan absolut (absolute poverty) dan kemiskinan relatif (relative
poverty). Kemiskinan absolut, ditentukan berdasarkan ketidakmampuan untuk
mencukupi kebutuhan pokok minimum seperti pangan, sandang, kesehatan, perumahan
dan pendidikan yang diperlukan untuk bisa hidup dan bekerja. Kebutuhan pokok
minimum diterjemahkan sebagai ukuran finansial dalam bentuk uang. Nilai
kebutuhan minimum kebutuhan dasar tersebut dikenal dengan istilah garis
kemiskinan. Penduduk yang pendapatannya di bawah garis kemiskinan digolongkan
sebagai penduduk miskin. Sedangkan kemiskinan relatif adalah suatu tingkat
kemiskinan dalam hubungannya dengan suatu rasio Garis Kemiskinan Absolut atau
proporsi distribusi pendapatan (kesejahteraan) yang timpang (tidak merata)
(ADB, 1999: 26).
Mengapa terjadi kemiskinan?
Menurut
Mudrajad Kuncoro (2003: 131), penyebab kemiskinan (dipandang dari segi ekonomi)
disebabkan karena tiga hal, yaitu :
- Secara mikro, kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan pola kepemilikan sumberdaya yang menimbulkan distribusi pendapatan yang timpang. Penduduk miskin hanya memiliki sumber daya alam dalam jumlah terbatas dan kualitasnya rendah.
- Kemiskinan muncul akibat perbedaan dalam kualitas sumber daya manusia. Kualitas sumber daya manusia yang rendah berarti produktivitasnya rendah, yang pada gilirannya upahnya rendah. Rendahnya kualitas sumberdaya manusia ini dikarenakan rendahnya pendidikan, nasib yang kurang beruntung, adanya diskriminasi atau karena keturunan. Selanjutnya, kemiskinan muncul akibat perbedaan akses dalam modal.
- Ketiga, kemiskinan ini bermuara pada teori lingkaran setan kemiskinan (vicious circle of poverty). Adanya keterbelakangan, ketidaksempurnaan pasar, dan kurangnya modal akan menyebabkan rendahnya produktifitas. Rendahnya produktifitas mengakibatkan rendahnya pendapatan yang mereka terima. Dan hal tersebut akan berimplikasi pada rendahnya tabungan dan investasi. Rendahnya investasi berakibat pada keterbelakangan, dan seterusnya. Logika ini dikemukakan oleh Ragnar Nurkse di tahun 1953. Ia mengatakan bahwa “a poor country is poor because it is poor” (negara itu miskin karena dia miskin).
Kemiskinan di Indonesia
Di Indonesia, sampai
dengan tahun 2011, tingkat kemiskinan nasional telah dapat diturunkan menjadi
12,49 persen dari 13,33 persen pada tahun 2011 (gambar 1).
Dengan
ditambah tumbuhnya perekonomian Indonesia pada tahun 2011 sebesar 6,5 persen
dibanding tahun 2010, seharusnya tingkat kemiskinan nasional dapat turun lebih
jauh lagi. Tetapi, apa yang terjadi ialah terlihat bahwa tingginya pertumbuhan
ekonomi suatu negara tidak menjamin tiadanya sejumlah kemiskinan, terutama
kemiskinan absolut. Ditambah dengan melebarnya jarak antara golongan kaya
dengan golongan miskin. Hal inilah yang sekarang terjadi di Indonesia pada saat
ini.
Lalu
pertanyaannya ialah apakah pemerintah Indonesia sudah melakukan cara untuk
mengentaskan kemiskinan secara maksimal? Jawabannya adalah sudah. Sejujurnya,
sudah banyak cara yang dilakukan pemerintah Indonesia untuk mengatasi
kemiskinan, seperti melakukan pengembangan tenaga kerja, mendorong program
pembangunan ekonomi, mendorong upah minimum, dan masih banyak lagi. Tetapi, menurut
pendapat saya, ada tiga cara yang bisa diambil oleh pemerintah dalam
menanggulangi kemiskinan secara efektif, diantaranya ialah peranan pemerintah dan
partisipasi masyarakat dalam pengentasan kemiskinan, pemberdayaan dan
pengembangan masyarakat serta pengentasan kemiskinan melalui teknologi.
Peranan pemerintah dan partisipasi
masyarakat
Sebetulnya,
pemerintah Indonesia telah membuat banyak program dan anggaran yang besar untuk
penganggulangan kemiskinan yang terjadi di Indonesia. Tetapi, hal itu belum
saja cukup, sebab strategi yang ada tidak dijalankan secara maksimal, sebab
adanya miskoordinasi atau penyelewengan dana yang digunakan untuk mengatasi
permasalahan kemiskinan oleh pihak-pihak tertentu. Maka seharusnya pemerintah
memimpin langsung upaya pengentasan kemiskinan, dari mulai perencanaan,
distribusi, sampai bagaimana implementasinya di lapangan. Pemerintah juga
harus melakukan perluasan dan percepatan program pengentasan kemiskinan dan
mengintensifkan program-program penanggulangan kemiskinan
yang belum dilaksanakan secara maksimal. Disamping itu, pemerintah pusat
dan daerah juga harus saling bekerjasama, agar jarak kemiskinan antara kota dan
desa dapat dipersempit. Alangkah baiknya lagi apabila program pengentasan
kemiskinan juga didukung oleh lembaga-lembaga lain. Jika bisa, ada instansi,
baik dari pemerintah ataupun swasta, yang khusus membahas tentang permasalahan
kemiskinan dan solusinya.
Agar
dapat mencapainya, upaya lain yang dilakukan untuk mendukung tercapainya
pemberantasan kemiskinan ialah melalui partisipasi masyarakat. Pada dasarnya, upaya
ini berupaya untuk memanfaatkan potensi dari masyarakat miskin yang dapat
dikembangkan dalam kegiatan atau usaha tertentu yang dapat mengurangi dan
bahkan melepaskan mereka dari jeratan permasalahan kemiskinan. Sebagaimana
fungsinya, pemerintah bisa menjadi fasilitator bagi masyarakat dalam
berpartisipasi dalam pengentasan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraannya.
Sebagai contoh, setiap masyarakat bisa diberi kemudahan untuk memperoleh modal,
di genjot motivasi berwirausahanya, ditingkatkan kapasitas manajerialnya,
didampingi aktivitasnya, serta dikontrol kinerjanya. Dan untuk melakukan cara
ini, berbagai potensi didalam masyarakat, termasuk lembaga-lembaga
kemasyarakatan, perlu dilibatkan. Sehingga, dapat terjalin sinkronisasi antara
peranan pemerintah dan program-programnya dengan masyarakat miskin sebagai
aktor utamanya.
Pemberdayaan dan pengembangan masyarakat
Pemberdayaan
masyarakat sebagai sebuah strategi untuk pengentasan kemiskinan sekarang sudah
banyak diterima, bahkan telah berkembang berbagai pemikiran dan literatur
tentang hal tersebut. Meskipun dalam kenyataannya strategi ini masih belum
maksimal di aplikasikan. Di Indonesia, pemerintah sebenarnya sudah melakukan
berbagai cara untuk meningkatkan dan memberdayakan masyarakat, salah satunya
dengan program PNPM (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri) dan
masih banyak lainnya.
Pada
kesempatan kali ini, yang menjadi fokus ialah bagaimana peranan pendidikan
dalam pemberdayaan dan pengembangan masyarakat di Indonesia. Peranan bidang
pendidikan merupakan salah satu upaya pembangunan dalam memberantas kebodohan,
dan diharapkan mampu memberantas kemiskinan yang terjadi guna dapat
meningkatkan kesejahteraan yang berkelanjutan bagi masyarakat. Pada dasarnya,
pendidikan yang baik itu haruslah mampu menciptakan proses belajar mengajar
yang efektif dan bermanfaat, serta menjadikan masyarakat menjadi lebih terbuka
terhadap pendidikan. Sehingga nantinya
dapat membebaskan masyarakat dari
belenggu kemiskinan, keterbelakangan, dan kebodohan. Implikasi lainnya ialah
diharapkan masyarakat miskin mendapatkan motivasi yang tinggi untuk belajar dan
bekerja keras agar dapat menjadi masyarakat yang berpengetahuan dan kompeten,
yang nantinya akan dapat meningkatkan kesejahteraan mereka. Dengan begitu, hal
tersebut juga akan berdampak pada pengentasan kemiskinan. Selain itu,
pendidikan juga dapat berfungsi sebagai sarana pemberdayaan individu dan
masyarakat, khususnya guna menghadapi masa depan.
Meski
demikian, ada hal penting lain yang harus disisipkan didalam program
pendidikan, yaitu dengan menanamkan mental dan membelajarkan jiwa
kewirausahawan kepada generasi Indonesia saat ini. Manfaatnya ialah agar
generasi Indonesia tidak hanya memiliki pikiran untuk bekerja saja, tetapi juga
untuk membuat pekerjaan, sehingga dapat membantu pemerintah dalam mengentaskan
pengangguran dan kemiskinan. Oleh karena itu, untuk mewujudkannya diperlukan
kerjasama antara para pihak yang terkait didalam pemerataan pendidikan bagi
seluruh masyarakat Indonesia, dalam rangka mengentaskan kemiskinan dan
meningkatkaan kesejahteraan yang berkelanjutan.
Kesadaran masyarakat akan manfaat
teknologi
Saat ini, apresiasi masyarakat umum akan potensi
TIK sebagai alat bantu untuk mengurangi kemiskinan masih sangat rendah.
Kesadaran akan potensi TIK untuk penanggulangan kemiskinan harus ditingkatkan
dengan melibatkan semua pihak yang berkepentingan (terutama stakeholders).
Masing-masing stakeholders melaksanakan peran yang dapat dilakukannya. Lebih
jauh, pendekatan ini diharapkan dapat menggugah kaum miskin itu sendiri agar
mereka sadar akan eksistensi dan dapat merasakan manfaat atau keuntungan yang
dapat diperoleh dari penggunaan TIK. Karena itu, membangun kesadaran dan
meningkatkan partisipasi masyarakat akan manfaat TIK perlu dilakukan secara
kolektif, simultan dan terus-menerus di setiap lapisan masyarakat. Peningkatan
kesadaran ini dilakukan melalui penyelenggaraan aktivitas seperti seminar,
media massa, focus group discussion, dan lain-lain. Di tingkat masyarakat,
peningkatan kesadaran ini dapat dilakukan melalui pertemuan dengan masyarakat
desa yang dilakukan sejak awal. Selain itu, pemerintah juga dapat bekerja sama
dengan pihak swasta dan perguruan tinggi terkait, guna menyelenggarakan
seminar-seminar yang terkait dengan pemanfaatan teknologi informasi dan
komunikasi untuk berbagai bidang, seperti pendidikan, pertanian, perindustrian
dan perdagangan.
Dalam konteks pengentasan kemiskinan,
mengembangkan SDM merupakan program utama pembangunan. Dipercaya bahwa
rendahnya inisiatif masyarakat dalam menanggulangi kemiskinan dengan cara
mereka sendiri adalah salah satu faktor penghambat pembangunan. Rendahnya
inisiatif ini terjadi antara lain karena masyarakat tidak berdaya. Masyarakat
akan lebih berdaya apabila mereka berhasil mengembangkan kemampuannya. TIK
dapat memberikan sumbangan untuk mempercepat proses pengembangan kemampuan
tersebut, baik itu proses pembelajaran formal maupun pelatihan. Dalam proses
pembelajaran, teknologi informasi dapat berperan dalam proses pembelajaran
jarak jauh. Proses pembelajaran jarak jauh juga dapat dimanfaatkan untuk proses
pelatihan bagi berbagai kelompok masyarakat, misalnya usaha kecil dan menengah.
Dengan demikian, terlihat jelas bahwa teknologi
juga memiliki peranan penting dalam mengentaskan kemiskinan, terutama di
Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah bisa menggunakan teknologi sebagai
strategi dan teknik untuk mengatasi permasalahan kemiskinan yang ada. Sehingga,
tidak hanya kemiskinan yang dapat teratasi, tetapi juga dapat membantu
peningkatan kualitas SDM yang ada di Indonesia, yang mana implikasi akhirnya
dalam membantu proses pembangunan di Indonesia.
Referensi
:
- Kuncoro, Mudrajad, 2003, Ekonomi Pembangunan : Teori, Masalah dan Kebijakan, Edisi Ketiga, Yogyakarta :UPP AMP YKPN.
- Sastrapratedja, M dkk. 2004. Pendidikan Manusia Indonesia. Jakarta : Penerbit Buku Kompas.
- Todaro, Michael dan Smith, Stephen, (2006), Pembangunan Ekonomi, Edisi 8. Jakarta : Erlangga.
- www.bps.go.id
Ilmu Ekonomi dan Studi-Studi Pembangunan
Dari Segi Ekonomi Pancasila
Ilmu ekonomi pembangunan merupakan bentuk
pengembangan dari ilmu ekonomi tradisional dan ilmu ekonomi politik yang
menganalisis masalah-masalah yang dihadapi oleh negara-negara sedang
berkembang. Selain itu, ilmu ekonomi pembangunan juga mencari bagaimana caranya
untuk mengatasi permasalahan yang terdapat di negara-negara berkembang,
sehingga negara-negara berkembang tersebut dapat meningkatkan pembangunan
ekonominya dengan cepat. Permasalahannya terdapat empat masalah utama dalam
pembangunan ekonomi di suatu negara berkembang, yaitu pengangguran, kemiskinan,
market failure dan kesenjangan (baik kesenjangan antar golongan penduduk, antar
sektor, maupun antar daerah). Keempat hal tersebut merupakan faktor yang mampu
menghambat “growth development” dari suatu negara berkembang. Maka daripada
itu, diperlukan solusi kebijakan pembangunan yang tepat dan efektif yang mampu
mengurangi dan menyelesaikan permasalahan tersebut. Ada beberapa solusi
kebijakan yang digunakan, diantaranya menciptakan kesempatan kerja, employment, meningkatkan pendapatan,
income, dan meningkatkan kesejahteraan, growth.
Employment :
Menciptakan Kesempatan Kerja merupakan titik pondasi dari dua kebijakan selanjutnya.
Maksudnya,
jika lapangan kerja itu banyak, maka dengan mudah seseorang akan berkerja.
Kemudian, dari perkerjaannya, orang itu akan mendapatkan penghasilan yang
berupa upah atau gaji. Lalu keuntungan yang ia dapatkan dari gaji atau upah
tadi akan medorong orang tersebut untuk melakukan konsumsi, baik konsumsi untuk
diri sendiri, saving (mid-term) ataupun untuk membantu orang lain melalui
zakat, infaq, sodaqoh, dll (long-term).
Dari
tahapan tersebut, maka dapat di asumsikan bahwa tahapan yang kedua, Income,
Meningkatkan Pendapatan Masyarakat, sudah terpenuhi. Sebab, jika dilihat
dari tingkatan konsumsi masyarakat diatas, sudah tentu bahwa orang yang
berkerja tadi mengalami peningkatan pendapatan. Seperti yang di
tunjukan pada gambar 1.1.
Dengan banyaknya lapangan kerja dan
meningkatnya pendapatan masyarakat, maka kesejahteraan masyarakat pun meningkat
(tahap ketiga). Pada akhirnya terciptalah “HAPPINESS”, sebab yang menghasilkan
atau memproduksi pasti menikmati, begitu juga sebaliknya (Gambar 1.2). Karena
jika seseorang tersebut tidak menghasilkan maka tidak mungkin ia menikmati, dan
jika orang tersebut ingin menikmati tetapi tidak menghasilkan maka hal itu
tidak mungkin terjadi. Sebab jika terjadi maka pembangunan dinegara berkembang
tersebut tidak akan berjalan sebagaimana mestinya.
Sebab pengertian dari pembangunan itu
sendiri didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan
perkapita penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang, disertai
dengan perubahan ciri-ciri penting suatu masyarakat, yaitu perubahan dalam
keadaan sistem politik, struktur sosial, nilai-nilai masyarakat dan struktur
kegiatan ekonominya. Tetapi tidak hanya itu saja, melainkan paling tidak ada
tiga komponen dasar atau nilai inti (The Core Values of Development) yang harus
dijadikan basis konseptual dan pedoman praktis untuk memahami arti pembangunan
yang paling hakiki. Ketiga nilai inti tersebut adalah :
1. Kecukupan (sustenance) : The Ability
to Meet Basic Needs
-
Semua orang mempunyai kebutuhan dasar, yang mana
jika tidak dipenuhi akan menghentikan kehidupan seseorang. Kebutuhan dasar ini
meliputi pangan, sandang, papan, kesehatan dan keamanan. Jika salah satu saja
tidak dipenuhi atau dicukupi, maka akan muncul kondisi “keterbelakangan absolute”. Fungsi dasar dari semua kegiatan
ekonomi, pada hakikatnya, adalah untuk meyediakan sebanyak mungkin masyarakat
yang dilengkapi peralatan dan bekal guna menghindari segala kesengsaraan dan
ketidakberdayaan yang diakibatkan oleh kekurangan pangan, sandang, papan,
kesehatan, dan keamanan.
2.
Harga Diri (self-esteem) : To be a Person
- Komponen universal yang kedua
adalah adanya dorongan dari diri sendiri untuk maju. Jika setiap orang sudah
merasa percaya diri bahwa mereka punya kemampuan untuk membantu bangsa dan
sesama, maka mereka merasa lebih baik (kehidupannya) dari sebelumnya.
3.
Kebebasan (freedom) : To
be Able to Choose
- Nilai universal yang ketiga dan
harus terkandung dalam makna pembangunan adalah human freedom atau konsep
kemerdekaan manusia. Kebebasan disini hendaknya diartikan secara luas sebagai
kemampuan (manusia atau individu) untuk berdiri tegak sehingga tidak diperbudak
oleh pengejaran aspek-aspek materiil dalam kehidupan ini. Kebebasan melibatkan
pilihan yang luas bagi masyarakat dan anggotanya dengan kendala
eksternal yang diminimalisasi dalam mengejar
beberapa tujuan sosial yang kita sebut pembangunan.
Lalu, apakah tiga hal
diatas cukup dalam proses pembangunan? Jawabannya adalah belum cukup, Karena
paling tidak di dalam proses pembangunan harus memiliki tiga tujuan inti
sebagai berikut :
1. Peningkatan ketersediaan
serta perluasan distribusi berbagai barang kebutuhan hidup yang pokok seperti pangan, sandang, papan,
kesehatan dan perlindungan keamanan.
2. Peningkatan Standar Hidup yang tidak hanya berupa
peningkatan pendapatan, tetapi juga meliputi penanmbahan lapangan kerja,
perbaikan kualitas pendidikan, dll.
3. Perluasan pilihan-pilihan
ekonomis dan social bagi setiap individu serta bangsa secara keseluruhan.
Entrepreneurship,
Solusi Bagi bangsa Indonesia
Secara harfiah, entrepreneur merupakan individu
yang memiliki pengendalian tertentu terhadap alat produksi
dan menghasilkan lebih banyak daripada yang dapat dikonsumsinya atau
dijual atau ditukarkan agar memperoleh pendapatan. Istilah entrepreneur diungkapkan pertama kali oleh seorang ekonom
Irlandia, keturunan Perancis (R. Cantillon, 1697-1734). Menurut rumusan awal
Cantillon tersebut, entrepreneur adalah
ahlinya mengambil risiko dalam menghasilkan kombinasi baru berbagai produk atau
proses atau dalam mengantisipasi pasar atau mengkreasikan tipe organisasi baru.
Oleh karena itu, seorang
entrepreneur adalah pemimpin suatu industri baru yang bisa
menghasilkan perubahan struktural, pertumbuhan ekonomi dan siklus bisnis dengan
cara mengkombinasikan ide-ide ekonomi dan psikologi. Bahkan lebih jauh, terkait
dengan pembangunan ekonomi, para entrepreneur mampu mengendalikan revolusi dan
mentransformasi serta memperbaharui perekonomian dunia. Hal ini karena entrepreneurship merupakan esensi usaha bebas dari kelahiran bisnis baru yang
memberikan vitalitas bagi ekonomi global.
Memasuki era Revolusi Industri, para
business entrepreneur (sektor bisnis) telah menjadi motor penggerak dalam
perubahan-perubahan dunia, tidak hanya dalam lingkup ekonomi dan industri namun
juga banyak sektor kehidupan masyarakat. Sementara dalam tiga dekade terakhir,
para social entrepreneur banyak berkontribusi pada pembangunan sektor social di
masyarakat. Seperti Muhammad Yunus (Grameen Bank), Peter Eiger
(Transparency International, Jerman), Alice Tepper-Marlin (Social Accouantability, AS),
dan Bill Drayton (Ashoka Foundations, AS). Tampak pula, para business
entrepreneur yang semakin intens melakukan program-program pemberdayaan
masyarakat. Mereka tidak sekedar melakukan tanggung jawab social (corporate
social responsibility) dalam tataran yang sempit, namun banyak yang termotivasi
untuk melakukan pemberdayaan masyarakat dalam lingkup yang luas. Mereka
berkiprah dalam beragam program pemberdayaan masyarakat, baik bidang ekonomi,
pendidikan dankebudayaan, kesehatan, sarana dan prasarana maupun lingkungan
hidup.
Di
Indonesia, permasalahan pembangunan yang muncul dari zaman orde lama sampai
orde baru masih sama-sama saja. Tetapi, kelemahan nyata dalam pembangunan masa
lalu dan saat ini adalah belum berkembangnya para pemimpin daerah-nasional yang
memahami nasionalisme dan berjiwa entrepreneur. Kita juga perlu lebih banyak entrepreneur yang mampu menjadi pemimpin
bisnis skala nasional dan global yang baik, kuat dan
banyak jumlahnya. Kurangnya pemimpin daerah-nasional yang berjiwa dan memahami
entrepreneur serta kurangnya jumlah
entrepreneur nasionalis bidang industri yang kuat mungkin menjadi salah satu
sebab mengapa pemulihan krisis ekonomi Indonesia menjadi sangat lambat-mungkin
paling lambat di kawasan Asia dan Asia Tenggara.
Berapa wirausahawan lagi yang dibutuhkan?
Sosiolog
David McClelland menyatakan bahwa suatu negara bisa menjadi makmur apabila
ada entrepreneur sedikitnya 2% dari jumlah penduduk. Singapura sudah mencapai 7,2%,
padahal pada tahun 2001 hanya sekitar 2,1%. Sedangkan Indonesia hanya memiliki 0,18%
dari penduduk atau 400.000-an orang. Itulah alasan kenapa pembangunan di Indonesia
selalu memiliki masalah yang jika dilihat relatif sama dari tahun ke tahun. Dan
salah satu permasalahan di Indonesia yang berperan penting terhadap pembangunan
ialah kurangnya peran seorang entrepreneur dalam membangun bangsa Indonesia.
Innovative Entrepreneur Sebagai Solusi
Kemajuan
ekonomi yang luar biasa dari berbagai Negara yang telah mapan, disebabkan oleh
inovasi entrepreneur. Semakin banyak entrepreneur dimiliki oleh sebuah Negara,
semakin makmur negara tersebut. Menciptakan sebanyak mungkin entrepreneur
di suatu negara jelas memiliki kaitan dengan kesejahteraan bangsanya sendiri,
setidaknya terdapat empat alasan; mengapa perlu dikembangkan innovative
entrepreneurship, alasannya, yaitu.
- Solusi bagi dirinya sendiri
- Solusi bagi sesamanya
- Solusi bagi komunitasnya
- Solusi bagi Negara
Kekhawatiran kita akan masa depan bangsa adalah ketika gagal
menciptakan para entrepreneur pencipta lapangan kerja yang mampu mengubah pola
pikir menjadi karyawan dibandingkan memiliki kemandirian berusaha yang hanya
akan menjadi bangsa pemalas.
Harapan kita di masa depan bertumpu pada para innovative
entrepreneur yang smasih berada di bangku sekolah atau perguruan tinggi.
Mereka harus mempersiapkan diri menjadi entrepreneur baru dalam
membangun kehidupannya kelak ketika mereka telah menyelesaikan pendidikannya.
Kini tiba saatnya untuk membangkitkan semangat dan
kecakapan innovative entrepreneurship untuk menghasilkan jutaan entrepreneur
baru bagi bangsa ini sebagai solusi untuk membantu pemerintah dalam menyikapi
keterpurukan ekonomi yang marginal dan sebagai solusi penciptaan lapangan kerja
baru. Bukan saatnya lagi sebuah perguruan tinggi hanya mencetak sarjana dan
memegang ijazah sebagai sebuah kebanggaan untuk digunakan melamar kiri kanan di
semua sektor public office atau public privat, tetapi jauh lebih penting
seorang lulusan perguruan tinggi memiliki inovative entrepreneurship.
Kondisi ini menunjukkan bahwa sebagian besar lulusan
perguruan tinggi adalah lebih sebagai pencari kerja (job seeker) daripada
pencipta lapangan pekerjaan (job creator). Perguruan tinggi seharusnya mampu
mengubah cara pandang yang sebagian besar alumninya selalu ingin
berprofesi sebagai pegawai negeri menjadi wirausaha Perubahan ini harus
ditanamkan melalui pendidikan berwawasan kewirausahaan yang kreatif dan
inovatif. Jumlah wirausaha saat ini di Indonesia
sekitar 450.000 orang atau sekitar 0,18 persen dari total jumlah penduduk Indonesia.
Jumlah ini jauh dari ideal, yakni 2
persen dari jumlah penduduk. Persentase ini kalah jauh dibanding dengan negara
tetangga seperti Sangapura yang wirausahanya 7,2 persen dari jumlah penduduk,
sedangkan Amerika Serikat 12 persen, dan Malaysia 3 persen (Kompas, 25 Juli
2011 hal. 12)
Ada filosofis
yang mengakar pada masyarakat kita yang menyebabkan banyak orang
tidak termotivasi terjun ke dunia bisnis karena orang tuanya selalu menjadi
harapan anaknya untuk bekerja di kantor pemerintahaan atau swasta, bahkan lebih
menyedihkan lagi kalimat orang tua “untuk apa sekolah tinggi, jika hanya mau
menjadi wiraswasta”. Kenyataannya, masih banyak yang memandang bahwa
profesi wirausaha cukup menjanjikan harapan di masa depan. Hal ini didorong
oleh kondisi persaingan di antara pencari kerja yang semakin ketat. Lowongan
pekerjaan mulai terasa sempit. ditambah lagi dengan policy zero growth oleh
pemerintah dalam bidang kepegawaian. Bahkan berita duka para pencacah ijazah ke
kantor instansi pemerintah yang membuka lowongan kerja sangat sedikit bahkan
ada instansi pemerintah yang tidak sama sekali menerima calon pegawai negeri
tahun ini. Semoga kedepan bangsa ini menjadi bangsa yang mencintai inovative
entrepreneurship sebagai solusi terbaik masa depan.
Referensi
:
- http://suarapengusaha.com/2012/02/11/memajukan-indonesia-dengan-memperbanyak-entrepreneurship/
- Jurnal Membangun Indonesia Melalui Kepemimpinan Entrepreneur Agribisnis, oleh Rachmat Pambudy
- http://www.binaswadaya.org/index.php?option=com_content&task=view&id=160&Itemid=38&lang=in_ID
- http://pinisi09.wordpress.com/2011/07/31/innovative-entrepreneurship-solusi-masa-depan/
Sejarah
Perekonomian Indonesia
A. PENDAHULUAN
Secara
geologi, wilayah Indonesia terletak di antara tiga lempeng benua utama, yaitu
Lempeng Eurasia, Lempeng
Indo-Australia, dan Lempeng Pasifik. Di apit oleh benua Asia dan Eropa serta samudra Pasifik dan
Hindia. Posisi inilah yang membuat Indonesia menjadi salah satu tempat yang
strategis dalam jalur pelayaran niaga antar benua. Perdagangan di Indonesia
terjadi sejak abad pertama sesudah masehi, dimana pada waktu itu dimulai dengan
datangnya pedagang-pedagang dari berbagai penjuru dunia melalui jalur sutra seperti
India, Tiongkok, Asia maupun dataran Eropa. Pada waktu itu merupakan zaman dari
kerajaan, terutama kerajaan-kerajaan Islam yang berpengaruh dalam perkembangan
perekonomian Indonesia. Sebab muncul uang yang berupa koin emas dan koin perak yang
digunakan di masa itu (meski terbatas) serta tingginya tingkat perdagangan. Inilah
yang nantinya akan menjadi cikal bakal dari perekonomian Indonesia. Dan setelah
masa dari kerajaan-kerajaan Islam, dimulailah perjalanan panjang perekonomian
Indonesia yang dapat dibagi dalam empat masa, yaitu masa sebelum kemerdekaan,
orde lama, orde baru, dan masa reformasi.
B. SEJARAH EKONOMI INDONESIA
1. Sebelum Kemerdekaan
Setelah
masa kerajaan, Indonesia mengalami masa penjajahan dengan periode yang sangat
lama, terutama dengan Belanda yaitu sekitar 350 tahun. Pada masa penjajahan
Belanda, Indonesia lebih dikenal dengan nama Hindia Belanda. Jejak rekam
kedatangan Belanda terjadi pada tahun 1596, tepatnya di Banten. Armada Belanda
pada saat itu di pimpin oleh Cornelis de Houtman. Setelah menduduki Hindia
Belanda (sebutan Indonesia saat itu), pada tahun 1602 di bentuklah VOC (Vereenigde
Oost-Indische Compagnie), sebuah perusahaan yang menjalankan usaha monopoli
dagang rempah. Selain itu, VOC juga diberi hak ‘Octrooi’ untuk dapat menguasai
Hindia Belanda sepenuhnya. Isi dari hak ‘Octrooi itu sendiri ialah :
- Hak mencetak uang,
- Hak mengangkat dan memberhentikan pegawai,
- Hak menyatakan perang dan damai,
- Hak untuk membuat angkatan bersenjata sendiri,
- Hak untuk membuat perjanjian dengan raja-raja.
Pada
tahun 1799, VOC bubar karena gagal mengatasi krisis keuangannya ditambah VOC
juga di anggap gagal dalam mengeksplorasi kekayaan Hindia Belanda pada saat
itu.
1.1 Culturstelstel
Pada
tahun 1830-an, gubernur jenderal Van Den Bosch mulai diberlakukan apa yang
dinamakan dengan Culturstelstel atau yang biasa disebut
dengan sistem tanam paksa. Tujuan dari diberlakukannya sistem ini ialah untuk
memobilisasi lahan pertanian untuk menanam berbagai komoditi yang sedang tinggi
tingkat permintaannya di pasaran dunia pada saat itu. Dengan menggunakan tenaga
kerja secara gratis tentulah hal ini sangat merugikan rakyat dan menguntungkan
Belanda.
Masa dari tanam paksa baru
berkahir pada tahun 1870, dengan ditandainya zaman kapitalisme kolonial dengan
dominannya kekuatan sektor swasta.
2. Orde lama
Setelah
memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945, ekonomi Indonesia
berada dalam keadaan carut marut. Hal ini tidak terlepas dari ingin datangnya
kembali para penjajah dan kondisi politik yang tidak kondusif pada saat itu.
Sebagai contoh dari buruknya perekonomian Indonesia pada saat itu ialah
timbulnya inflasi yang tinggi karena adanya tiga mata uang yang beredar, yaitu mata
uang De Javasche Bank, mata uang pemerintah Hindia Belanda, dan mata uang
pendudukan Jepang. Ditambah dengan pertumbuhan ekonomi yang menurun sejak tahun
1958 dan defisit anggaran pendapatan dan belanja pemerintahan yang terus
membesar dari tahun ke tahun. Dapat disimpulkan bahwa buruknya perekonomian
Indonesia selama pemerintahan Orde Lama disebabkan oleh terlalu fokusnya
pemerintah pada saat itu dalam menata politik negara tanpa memperhatikan aspek
lain seperti penataan infrastruktur baik fisik dan non fisik (ekonomi) serta
pendidikan.
3. Orde baru
Pada
maret 1966, Soeharto menerima mandat berupa Surat Perintah Sebelas Maret atau
yang lebih dikenal dengan Supersemar, yang merupakan dasar legalitas dimulainya
pemerintahan Orde Baru di Indonesia. Stabilitas ekonomi dan politik pun diusung
menjadi prioritas utama dalam jangka pendek pada saat itu. Sedangkan peningkatan
kesejahteraan masyarakat lewat pembangunan ekonomi dan sosial tanah air
merupakan tujuan jangka panjangnya. Usaha pemerintah tersebut ditambah lagi
dengan penyusunan rencana pembangunan lima tahun (Pelita) secara bertahap. Selama
masa Orde Baru, pemerintah Indonesia telah melaksanakan enam pelita dan mulai
nampaklah keberhasilan dari era Orde Baru. Seperti meningkatnya pertumbuhan
ekonomi sebesar tujuh persen per tahun, swasembada beras tahu 1980-an yang
mendapat penghargaan dari FAO pada tahun 1986 dan masih banyak lagi. Tetapi,
pada Mei 1997, nilai tukar bath Thailand terhadap dolar AS mengalami suatu
goncangan yang hebat, hingga akhirnya merembet ke Indonesia dan beberapa negara
asia lainnya. Rupiah mulai terasa goyang pada bulan juli 1997. Indonesia pun
merasakan dampak yang paling buruk. Harga-harga meningkat secara drastis, nilai
tukar rupiah melemah dengan cepat, dan menimbulkan berbagai kekacauan di segala
bidang, terutama ekonomi. Implikasinya ialah terjadi krisis moneter yang hebat
di Indonesia.
4. Orde reformasi
Dengan berakhirnya masa Orde Baru, era
Reformasi menyajikan beberapa masa pemerintahan, yaitu masa presiden BJ.
Habibie, presiden Abdurrahman Wahid, presiden Megawati Soekarnoputri sampai
presiden Susilo
Bambang Yudhoyono.
4.1. Masa kepemimpinan BJ.Habibie
Pada masa pemerintahan presiden BJ.Habibie,
yang mengawali masa reformasi, belum terdapat perbaikan atau inovasi dalam
bidang ekonomi. Kebijakan-kebijakannya lebih difokuskan dan diutamakan untuk
mengendalikan stabilitas politik pada saat itu.
4.2. . Masa kepemimpinan Abdurrahman Wahid
Presiden Abdurrahman Wahid mengawali masa
pemerintahannya dengan menghadapi berbagai persolan ekonomi sperti masalah KKN (Korupsi,
Kolusi dan Nepotisme), permasalahan ekonomi dan di tuntut untuk dapat
mengendalikan inflasi. Selama masa jabatannya, belum ada kebijakan yang berarti
dalam memperbaiki perekonomian Indonesia. Pemerintahan Gusdur relatif berjalan
singkat sebab ia terlibat skandal Buloggate dan skndal Bruneigate yang
menjatuhkan kredibilitasnya di mata masyarakat. Akibatnya, dimulailah pemilu
yang cepat dan posisinya digantikan oleh presiden Megawati
4.3. Masa kepemimpinan Megawati Soekarnoputri
Setelah
menggantikan Gusdur, pemerintahan Megawati mewarisi kondisi perekonomian Indonesia
yang jauh lebih buruk. Kabinet Gotong Royong yang digalangkan oleh Megawati
menghadapi rendahnya pertumbuhan ekonomi yang tidak berangsur pulih. Kurang
berkembangnya sektor swasta serta tingginya Inflasi mereupakan penyebab semua
permasalahan yang dihadapai pemerintahan Megawati. Meski demikian, serangkaian
kebijakan yang dilakukan juga belum dapat mengatasi permasalahan-permasalahan
tersebut.
4.4. Masa Kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono
Presiden
Susilo
Bambang Yudhoyono mengawali pemerintahan dengan mengeluarkan
kebijakan untuk mengurangi subsidi BBM, yang implikasinya ialah terjadi
kenaikan harga BBM serta membuat program Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi
masyarakat miskin yang kebanyakan BLT tidak sampai ke tangan yang berhak, dan
pembagiannya menimbulkan berbagai masalah sosial. Di samping itu, pada masanya,
KKN menjadi semakin mewabah. Sehingga kebijakan lain yang ia buat untuk
meningkatkan masuknya modal asing menjadi terhambat dan tidak terlaksana dengan
baik. Jadi, di satu sisi pemerintah berupaya mengundang investor dari luar
negri, tapi di lain pihak, kondisi dalam negeri masih kurang kondusif.
Kesimpulan
Perekonomian
suatu negeri pada umumnya ditentukan oleh tiga hal. Pertama, kekayaan tanahnya. Kedua, kedudukannya
terhadap negeri lain dalam lingkungan Internasional. Ketiga, sifat dan
kecakapan rakyatnya serta cita-citanya. Terhadap Indonesia harus
ditambah satu hal lagi, yaitu sejarahnya sebagai tanah jajahan (Hatta, 1971).
Berkaca
dari apa yang dikemukakan oleh Bung Hatta, tidak dapat dipungkiri bahwa sejarah
penjajahan telah mempengaruhi tidak hanya pada tatanan struktur ekonomi
Indonesia saja, tetapi juga pada aspek bidang lainnya sperti sosial, budaya dan
politik, secara fundamental. Dari segi ekonomi, sejak dimulainya era sebelum
kemerdekaan sampai reformasi (saat ini), bangsa Indonesia telah memperlihatkan
semangat juang yang tinggi dalam memperjuangkan perekonomiannya guna
memperbaiki tatanan kehidupan bangsa. Oleh karena itu, harus diapresiasikan dan
di implemetasikan kembali segala bentuk perjuangan yang telah dilakukan oleh
para pahlawan bangsa terdahulu oleh para kaum muda generasi sekarang. Agar
cita-cita bangsa Indonesia yang tercantun dalam Pancasila dan UUD 1945 dapat
terlaksana dengan baik.
Referensi
:
- http://onlinebuku.com/2009/03/06/sejarah-perekonomian-indonesia/
- Soeyono, Nana Nurliana dan Magdalia Alfian dan Sudarini Suhartono (2007) Sejarah untuk SMA dan MA kelas XI Program Ilmu Pengetahuan Sosial, Jakarta: Esis
- http://www.berdikarionline.com/tokoh/20110701/ekonomi-indonesia-dimasa-datang-1.html
Membangun bisnis dengan Trust
ABSTRAKSI
Trust merupakan salah satu modal sosial yang mempunyai
pengaruh relatif kuat di dalam kehidupan masyarakat. Terutama pada negara
dengan pendapatan yang tinggi dan merata, mempunyai institusi serta memiliki
masyarakat yang relatif homogen dengan tingkat pendidikan yang lebih baik. Lalu,
kita pasti bertanya, apa hubungannya Trust
dengan sebuah bisnis? Hubungannya ialah Trust dapat membuat berkurangnya biaya
transaksi yang selama ini menjadi salah satu permasalahan para pebisnis.
KEPERCAYAAN DAN KINERJA EKONOMI
Trust adalah kepercayaan pihak tertentu
terhadap yang lain dalam melakukan hubungan transaksi berdasarkan suatu
keyakinan bahwa orang yang dipercayainya tersebut akan memenuhi segala
kewajibannya secara baik dan sesuai dengan apa yang diharapkan. Kepercayaan adalah nilai paling ekonomis jika
didasarkan pada non-kontrak, daripada mekanisme kontrak. Kepercayaan juga menghilangkan
kebutuhan untuk kontrak formal yang mahal untuk menulis, memantau, dan
menegakkannya. Dengan demikian, kepercayaan diyakini dapat mengurangi biaya
transaksi. Selain itu, beberapa bukti menunjukkan bahwa pelaku transaksi
cenderung untuk berbagi informasi yang berhubungan dengan pekerjaan yang
berharga ketika mereka telah mengembangkan tingkat kepercayaan yang tinggi.
KEPERCAYAAN DAN BIAYA TRANSAKSI DALAM BISNIS
Kepercayaan
bisa mengurangi biaya transaksi dalam beberapa cara. Pertama, di bawah kondisi
kepercayaan yang tinggi, pelaku transaksi (pebisnis) yakin bahwa payoff yang
diterima akan dibagi secara adil. Akibatnya, mereka tidak harus merencanakan
untuk semua kemungkinan kedepannya, karena mereka yakin bahwa penyesuaian yang
adil akan dibuat sesuai dengan perubahan kondisi pasar. Kepercayaan juga mengurangi
perlunya pelaku transaksi berinvestasi dalam tawar-menawar. Selain itu,
negosiasi kemungkinan akan lebih efisien karena pelaku transaksi memiliki
keyakinan lebih besar bahwa informasi yang diberikan oleh organisasi lain tidak
disalahartikan. Seperti yang diamati oleh Zaheer et al (1998:144), "Trust
mengurangi kecenderungan untuk waspada terhadap perilaku oportunistik (yaitu
keliru yang disengaja pada bagian dari mitra pertukaran)."
Dengan
begitu bisnis yang dijalankan dapat berjalan lancar dengan berdasarkan pada Trust atau kepercayaan seiring dengan
berkurangnya biaya transaksi. Disamping itu, diperlukan juga rasa timbal balik
dan loyalitas yang kuat dalam menjalankan sebuah bisnis.
IMPLEMENTASI DI INDONESIA
Dalam
dunia perbisnisan di Indonesia, rasa Trust
masih sangatlah kurang dan belum dijadikan
sebagai basis utama dalam melakukan sebuah bisnis. Ini mungkin disebabkan
karena latar belakang masyarakat Indonesia yang beraneka ragam suku dan budaya.
Meski begitu, pastinya ada beberapa dari para pebisnis di Indonesia yang
menerapkan kepercayaan sebagai pondasi utama dalam bisnisnya. Sebagai contoh,
seperti apa yang dilakukan oleh Bob Sadino yang mempercayakan usahanya kepada
seluruh anak buahnya dalam menjalankan bisnis yang ia miliki. Oleh karena itu,
hal ini menjadi tantangan bagi para pebisnis di Indonesia untuk mulai
menerapkan modal sosial sebagai pilar dalam berbisnis. Sebab modal sosial, seperti Trust, memiliki hubungan yang kuat dengan kinerja perekonomian dan
bisnis yang ada di Negara tersebut.
Referensi
:
- Jurnal The Role of Trustworhtiness in Reducing Transactions Cost and Improving Performance : Empirical Evidence from the United States, Japan and Korea, Jeffrey H. Dyer dan Wujin Chu
- Jurnal Does Social Capital Have an Economic Pay off? A Cross-Country Investigation, Stephen Knack dan Philip Keefer
Permasalahan Pembangunan di Indonesia, Dari Segi Institusi
Mengapa Masih
Terjadi Masalah Pembangunan di Indonesia?
Dari Segi
Institusi
ABSTRAKSI
Secara
geografis, Indonesia terletak di sekitar garis khatulistiwa. Hal tersebut
menyebabkan Indonesia kaya akan sumber daya alam, seperti hutan, perkebunan,
pertambangan, perikanan dan lain-lain. Pada umumnya, geografi, iklim, dan
ekologi dari suatu wilayah berperan dalam membentuk teknologi dan insentif dari
penduduknya. Selanjutnya, hal tersebut akan berimplikasi pada berkembangnya
pembangunan dan pertumbuhan ekonomi di wilayah itu secara positif. Dan pada
akhirnya akan tercipta kemakmuran. Akan tetapi, cerminan itu tidak terlihat di
Indonesia pada saat ini. Memang tidak sepenuhnya faktor geografi adalah
pengaruh utama pada kemakmuran, tapi dengan berlimpahnya sumber daya alam,
seharusnya bangsa Indonesia mampu mewujudkan sebuah pembangunan yang baik dan
dapat mensejahterahkan masyarakatnya. Banyak pengamat dan ekonom menyatakan
bahwa banyak faktor yang masih menjadi kendala dalam pembangunan di Indonesia.
Seperti tingginya disparitas (kesenjangan) antar wilayah, pembangunan
infrastruktur yang belum maksimal, tingkat kemiskinan yang begitu tinggi, dan
masih banyak lainnya. Akan tetapi, ada satu faktor penting yang tidak boleh
dilupakan di dalam pembangunan di suatu negara, yaitu faktor “Institusi”.
SUDUT PANDANG INSTITUSI
Dari segi hipotesis institusi, masyarakat yang
memiliki institusi yang baik, akan mendorong adanya investasi untuk mesin, human capital, dan teknologi yang lebih
baik, sehingga sebagai akibatnya masyarakat tersebut akan mencapai
kesejahteraan ekonomi. Di Indonesia, institusi yang ada tidak memberikan
kontribusi yang maksimal bagi pembangunan ekonomi di Indonesia. Hal ini
disebabkan karena pemerintah tidak menaruh institusi sebagai pondasi utama dalam
menjalankan pembangunan. Salah satu hal yang melatarbelakangi keadaan tersebut
ialah faktor kolonialisme. Bukti sejarah menunjukkan bahwa strategi
kolonialisme dengan institusi atau lembaga ekstraktif (bad institution) yang
dilakukan oleh bangsa Eropa di Indonesia pada saat itu berdampak pada bentuk
lembaga-lembaga yang ada pada saat ini. Sebagai contoh, kolonialisme Belanda di
Indonesia yang mendirikan institusi atau lembaga yang ekstraktif seperti Culturstelsel membuat seluruh kaum
pribumi pada waktu itu tersiksa. Sebab lembaga ini tidak melindungi property right warga negara dan tidak
membatasi kekuatan elit. Dalam kasus ini ditunjukkan bahwa faktor institusi
yang di bentuk pada zaman kolonialisme yang ada di Indonesia, terutama pada
zaman kolonialisme Belanda, ternyata mampu mempengaruhi kesejahteraan
masyarakat Indonesia yang ada saat ini. Sehingga hal tersebut bisa menjadi
suatu bukti kuat yang akan mendorong masyarakat untuk tidak serta merta atau
secara alami tertarik pada lembaga yang baik. Jadi dapat dikatakan bahwa
institusi pada zaman kolonialisme membawa dampak bagi perkembangan institusi di
Indonesia pada saat ini, terutama pada sistem dan pola pemikiran pemerintah
terhadap institusi. Tetapi, seiring berjalannya waktu, pemerintah Indonesia
mulai menyadari arti penting institusi terhadap pembangunan ekonomi.
PERAN INSTITUSI DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI
Dalam
beberapa dekade terakhir, peran institusi dalam pembangunan ekonomi semakin
menjadi pusat perhatian, terutama dalam pengambilan kebijakan pembangunan.
Banyak negara di dunia yang sedang berlomba dalam memperbaiki kinerja institusi
mereka, tidak terkecuali di Indonesia. Seperti yang sudah dibahas sebelumnya,
Indonesia memiliki struktur institusi yang kurang begitu bagus dan tidak
pro-rakyat yang diakibatkan oleh pengaruh kolonialisme. Sehingga permasalahan
pembangunan masih terus terjadi yang berimplikasi pada tidak tercapainya
kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, ada tiga tipe institusi yang penting
bagi pembangunan ekonomi yang mungkin sesuai dalam mengatasi permasalahan
pembangunan yang selama ini terjadi di Indonesia, yaitu institusi untuk
koordinasi dan administrasi, institusi untuk pembelajaran dan inovasi, dan
institusi untuk pemerataan dan keterkaitan sosial. Ketiga tipe institusi ini
akan menjelaskan bagaimana mereka berkontribusi dalam menyelesaikan berbagai
permasalahan pembangunan yang ada, terutama bagi Indonesia.
INSTITUSIONS OF COORDINATION AND
ADMINISTRATION
Akhir-akhir
ini, permasalahan pembangunan ekonomi yang paling signifikan ialah berkurangnya
penanaman modal asing serta investasi yang ada di Indonesia. Yang menjadi
permasalahan ialah pemerintah tidak mempunyai tata kelola dan struktur yang
baik dalam penanganan investasi dan penanaman modal asing. Akibatnya, masih
banyak investor-investor, baik asing maupun swasta, yang masih ragu untuk
menanamkan modalnya di Indonesia. Oleh karena itu, yang harus difokuskan ialah
pada dua institusi pemerintah yang merupakan faktor penting, yaitu birokrasi
pemerintah dan institusi yang menyediakan hubungan pemerintah dan bisnis. Jika
keduanya dapat berjalan dan berkoordinasi dengan baik, maka proses investasi, penanaman
modal asing serta terciptanya wirausahawan bangsa akan dapat terlaksana sebagaimana
mestinya.
Selain
itu, tidak dapat dipungkiri bahwa adminstrasi di Indonesia masih sangatlah
buruk. Hal ini terjadi karena birokrasi yang sulit akan membuat hubungan yang
tidak sinkron dengan efektifitas administrasi modern. Sebagai contoh, investasi
yang dilakukan oleh pihak asing harus menempuh banyak sekali hal-hal yang harus
di selesaikan, sehingga membuat pihak asing seperti merasa dipersulit (seperti
biaya administrasi, pembayaran pajak, izin usaha, dan lain-lain). Seharusnya,
permasalahan seperti itu tidaklah harus terjadi jika pemerintah menggunakan
sistem trust melalui self enforcing
agreements pada lembaga-lembaga formal termasuk lembaga admisnistrasi. Dengan
begitu maka akan terbentuk pembangunan cooperative norms dan trust yang kuat
pada kelembagaan formal. Implikasinya ialah akan tercipta tatanan awal
pembangunan ekonomi yang baik.
INSTITUSIONS OF LEARNING AND INNOVATION
Untuk
menjaga pertumbuhan yang berkelanjutan disuatu negara, kemampuan untuk
menggabungkan teknologi ke dalam proses produksi semakin diperlukan. Maka
muncullah yang namanya gagasan popular, yang berarti kemampuan untuk
menghasilkan inovasi. Tetapi, bagi negara-negara berkembang, penguasaan
teknologi canggih yang di impor sering kali lebih penting daripada teknologi
baru yang benar-benar melalui inovasi (Fransman 1986).
Inilah
yang selama ini terjadi di Indonesia. Kontribusi sains dan teknologi dalam
pembangunan ekonomi setelah satu abad kebangkitan nasional berlalu agaknya masih
jauh dari yang diharapkan. Keterbatasan
sumber daya sains dan teknologi, belum
berkembangnya budaya sains dan teknologi serta minimnya inovasi dalam sains dan
teknologi merupakan salah satu kendala dalam proses perkembangan teknologi bagi
pembangunan di Indonesia. Permasalahan
tersebut secara langsung telah menghambat perkembangan teknologi di Indonesia. Oleh
karena itu, masalah-masalah di atas perlu mendapat perhatian serius dan
penanganan yang tepat dari berbagai pihak terkait. Tanpa perhatian semua pihak
dalam mengatasi masalah di atas, maka mustahil daya saing sains dan teknologi
nasional dapat melewati negara-negara ASEAN.
Di
samping teknologi, ada hal penting yang terkait didalam institusi ini, yaitu
mengenai hak kepemilikan, yang meliputi hak kekayaan intelektual. Jika suatu bangsa ingin memajukan pembangunan
serta pertumbuhan di negaranya, jaminan terhadap hak milik atau yang biasa disebut
dengan property right merupakan
sebuah harga mati. Di Indonesia, terdapat dilema bahwa mereka yang tidak memberikan kontribusi untuk pengetahuan juga bisa mendapatkan keuntungan
pengetahuan, sebab pengetahuan memiliki karakter barang publik. Maka daripada itu, pemerintah sebagai penjamin utama
hak milik, harus bisa menjamin bahwa hak milik yang dimiliki oleh suatu lembaga
terhadap suatu pengetahuan baru (yang mereka hasilkan), bisa menghasilkan
keuntungan bagi lembaga tersebut, karena jika tidak maka insentif untuk
menghasilkan pengetahuan baru akan berkurang secara signifikan dan akan
berpengaruh pada proses pembangunan itu sendiri. Selain itu, permasalahannya
ialah kurangnya hak kepemilikan yang jelas dan aman, bagi sektor perusahaan.
Terdapat juga kekhawatiran dari masyarakat dalam hak milik yang sah harus
melalui banyak peraturan.
Selain
itu, dalam jangka panjang, kemampuan ekonomi untuk menghasilkan pertumbuhan
produktivitas melalui pembelajaran dan inovasi tidak dapat dipertahankan tanpa
jumlah dan kualitas sumber daya manusia yang cukup. Pendidikan yang tidak
merata menyebabkan terjadinya kesenjangan sumber daya manusia di berbagai
daerah. Ada dua point yang dapat dijadikan acuan untuk menjadi pembelajaran
dalam pengembangan sumber daya manusia, yaitu :
- Pentingnya pendidikan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam sektor formal sistem pendidikan
- Sumber daya manusia yang penting bagi kemampuan ekonomi untuk belajar dan berinovasi tidak hanya tenaga kerja ilmiah namun tenaga kerja secara keseluruhan.
Hal-hal
seperti inilah yang harus dibenahi oleh pemerintah Indonesia pada level
institusi jika ingin menuntaskan permasalahan yang berimplikasi pada proses pembangunan.
INSTITUSIONS OF INCOME REDISTRIBUTION AND
SOCIAL COHESION
Dalam
beberapa tahun terakhir, permasalahan sosial yang terjadi di Indonesia terus
meningkat. Konflik seperti kepemilikan tanah, kesenjangan sosial serta tuntutan
upah minimum merupakan beberapa contoh masalah yang ada di tanah air. Ketimpangan
distribusi pendapatan pun di anggap sebagai ‘aktor’ dari penyebab semua masalah
yang ada. Oleh karena itu, pemerintah harus mengambil berbagai langkah untuk
meredistribusi pendapatan, dan pada umumnya ialah dengan meningkatkan kohesi
sosial.
TANTANGAN BAGI BANGSA INDONESIA
Kegagalan
implementasi kebijakan, program ataupun proyek-proyek pada pembangunan
berkelanjutan seringkali gagal karena tidak mempertimbangkan berbagai aspek
yang perlu dilihat, baik dari sisi teknis, legal, fiskal, administrasi,
politik, etik dan budaya (Cooper dan Vargas, 2004).
Jika
melihat potret permasalahan pembangunan yang sering terjadi di Indonesia,
sebenarnya tidaklah jauh berbeda dengan dunia Internasional. Hal yang membedakan
hanyalah pada level institusi. Institusi yang dimiliki oleh Indonesia memang
belum sebaik negara-negara lainnya, tapi jika pemerintah Indonesia mau dan bisa
mensinerjikan ketiga tipe institusi yang telah dijelaskan sebelumnya dengan
baik, maka permasalahan pembangunan yang terus menerus mengalir akan dapat
teratasi. Inilah yang menjadi tantangan bagi bangsa Indonesia.
Referensi
:
- Jurnal The Role of Institutions in Asian Development, Ha-Joon Chang
- Jurnal A historical approach assesing, the role of institutions in economic development, Daron Acemoglu
- Jurnal Does Social Capital Have an Economic Pay off? A Cross-Country Investigation, Stephen Knack dan Philip Keefer
- http://www.setneg.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=2261&Itemid=219
Tidak ada komentar:
Posting Komentar