Dimensi
Sosial Ekonomi Masyarakat Kampung Naga
Di era perekonomian Indonesia yang tengah
didominasi oleh pihak swasta dan kaum bermodal serta di tuntutnya masyarakat
untuk lebih bergerak aktif lagi dalam berpartisipasi pada perekonomian Negara,
Pemerintah, pada dasarnya, melakukan hal tersebut dalam rangka mendorong
masyarakat untuk meninggalkan era Masyarakat yang tradisional ke era Masyarakat
Industri. Ini ditujukan Pemerintah untuk meningkatkan kualitas sumber daya yang
ada pada masyarakat. Hal seperti ini menarik sekali, menyimak kenyataan bahwa ada
beberapa tempat yang dimana sistem perekonomian masyarakatnya tidak terjamah
oleh dominasi-dominasi kaum bermodal dan masih sangat mencerminkan masyarakat
tahap pra-modern, salah satunya adalah masyarakat Kampung Naga yang terdapat di
Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Kampung Naga mempunyai luas keseluruhan
kurang lebih 4 ha dan secara administratif adalah bagian dari desa Neglasari
Kecamatan Salawu Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat.
Berada di tengah masyarakat global saat ini,
masyarakat Kampung Naga yang masih memegang teguh adat istiadat yang telah
dianut sejak masa nenek moyang hingga kini, tidaklah melupakan dunia luar dan
mereka pun dapat bersikap kooperatif baik terhadap masyarakat umum maupun
pemerintah. Demikian sistem perekonomian mereka yang masih bersifat sistem
ekonomi tradisional, dengan keluarga sebagai unit produksi. Mayoritas
masyarakat Kampung Naga bermata pencaharian sebagai peternak, pengrajin,
penerjemah (bahasa sehari-hari atau sunda asli bagi para turis), petani dan
juga Kampung Naga itu dijadikan sebagai tempat pariwisata (secara tidak
langsung). Tetapi sektor utama perekonomian di Kampung Naga adalah pertanian. Seperti
sistem ekonomi mereka yang masih tradisional, disini tidak terdapat pemisah
yang tegas antara rumah tangga produksi dengan rumah tangga konsumsi sehingga
masih bisa dianggap dalam satu kesatuan, selain itu teknologi yang digunakan
juga masih sangat sederhana.
Dari perspektif Sosiologi Ekonomi, bisa dikatakan
bahwa masyarakat Kampung Naga memiliki tindakan ekonomi “House Holding”, dimana
kegiatan ekonominya berorientasi pada self sufficiency atau kecukupan untuk
bertahan hidup. Secara umumnya masyarakat Kampung Naga merupakan masyarakat
yang berlandaskan “Solidaritas Mekanik” yang ditandai oleh adanya pembagian
kerja yang rendah, kesadaran kolektif yang kuat, hukum represif yang dominan,
individualitas rendah, pola normatif sebagai konsensus terpenting dalam
komunitas, dan saling ketergantungan rendah, dimana tindakan ekonomi (produksi,
konsumsi dan distribusi) dianggap sebagai bentuk tindakan dan interaksi sosial
yang akan mempererat keeratan masyarakat Kampung Naga itu sendiri.
Sebenarnya yang membedakan masyarakat Kampung Naga
dengan masyarakat lainnya dalam kegiatan produksi, konsumsi dan distribusi
ialah bahwasanya masyarakat Kampung Naga melakukan hal tersebut dengan didasari
oleh adat istiadat dan tradisi yang mereka anut selama ini. Meskipun begitu, mereka dapat menerima kemajuan-kemajuan
teknologi asalkan tidak bertentangan dengan hukum adat yang dipegang. Adat yang dipegang
teguh banyak mengajarkan kepada kesederhanaan, pelestarian lingkungan dan sifat
gotong royong yang masih cukup kental.
Sebagai contoh, didalam
lingkungan masyarakat Kampung Naga terdapat dua hutan yang di kategorikan
sebagai hutan larangan, mereka tidak pernah sekali pun menyentuh maupun merusak
hutan larangan karena mereka meyakini hutan merupakan penyeimbang kehidupan,
sehingga mereka tidak berani untuk mengambil atau menebang kayu dan bambu dari
hutan tersebut, sehingga dalam memproduksi kayu dan bambu yang digunakan untuk
membuat rumah maupun kerajinan, mereka mengambil dari kebun mereka sendiri. Ini
semua merupakan hal-hal yang mulai terkikis ditengah masyarakat umum pada masa
sekarang yang lebih cenderung bersifat individualitas dan mengambil sumber daya
alam tanpa memperhatikan dampaknya bagi lingkungan sekitar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar