Sistem Kekerabatan Kampung
Naga
A. Pengertian dan Penjelasan Sistem
kekerabatan
Sistem kekerabatan
merupakan bagian yang sangat penting dalam struktur sosial. Meyer
Fortes mengemukakan bahwa sistem kekerabatan suatu masyarakat dapat dipergunakan untuk
menggambarkan struktur sosial dari masyarakat yang bersangkutan. Kekerabatan
adalah unit-unit sosial yang terdiri dari beberapa keluarga
yang memiliki hubungan darah atau hubungan perkawinan. Anggota kekerabatan
terdiri atas ayah, ibu, anak, menantu, cucu, kakak, adik, paman, bibi, kakek,
nenek dan seterusnya. Dalam kajian sosiologi-antropologi, ada beberapa macam kelompok
kekerabatan dari yang jumlahnya relatif kecil hingga besar seperti keluarga
ambilineal, klan, fatri,
dan paroh
masyarakat. Di masyarakat umum kita juga mengenal kelompok
kekerabatan lain seperti keluarga inti, keluarga
luas, keluarga
bilateral, dan keluarga
unilateral.
Hubungan kekerabatan atau
kekeluargaan merupakan hubungan antara tiap entitas yang memiliki asal-usul
silsilah yang sama, baik melalui keturunan biologis, sosial, maupun budaya.
Dalam antropologi, sistem kekerabatan termasuk keturunan dan pernikahan, sementara
dalam biologi istilah ini termasuk keturunan dan perkawinan. Hubungan
kekerabatan manusia melalui pernikahan umum disebut sebagai "hubungan
dekat" ketimbang "keturunan" (juga disebut
"konsanguitas"), meskipun kedua hal itu bisa tumpang tindih dalam
pernikahan di antara orang-orang yang satu moyang. Hubungan kekeluargaan
sebagaimana genealogi budaya dapat ditarik kembali pada Tuhan (lihat mitologi,
agama), hewan yang berada dalam daerah atau fenomena alam (seperti pada kisah
penciptaan).
Jadi hubungan kekerabatan
adalah salah satu prinsip mendasar untuk mengelompokkan tiap orang ke dalam
kelompok sosial, peran, kategori, dan silsilah. Hubungan keluarga dapat
dihadirkan secara nyata (ibu, saudara, kakek) atau secara abstrak menurut
tingkatan kekerabatan. Sebuah hubungan dapat memiliki syarat relatif (mis.,
ayah adalah seseorang yang memiliki anak), atau mewakili secara absolut (mis,
perbedaan status antara seorang ibu dengan wanita tanpa anak). Tingkatan
kekerabatan tidak identik dengan pewarisan maupun suksesi legal. Banyak kode
etik yang menganggap bahwa ikatan kekerabatan menciptakan kewajiban di antara
orang-orang terkait yang lebih kuat daripada di antara orang asing, seperti
bakti anak.
B. Sistem kekerabatan di Suku Sunda
Keanekeragaman
sistem kekerabatan yang di pakai di Indonesia sangatlah beragam. Salah satunya
di suku Sunda. Sistem kekerabatan suku Sunda adalah Bilateral. Garis keturunan
diperhitungkan menurut ayah dan ibu. Dalam masyarakat Sunda tidak membedakan
kerabat pihak laki-laki (Ayah) dengan pihak perempuan (Ibu) dalam antropologi.
Sistem ini disebut Kendred.
Pengertian keluarga dalam masyarakat sunda sangat luas, selama ada ikatan perkawinan (Afinity) dan pertalian ikatann darah (consanguinity) baik dari pihak ayah maupun ibu di sebut dulur urang atau wargi atau keluarga.
Pengertian keluarga dalam masyarakat sunda sangat luas, selama ada ikatan perkawinan (Afinity) dan pertalian ikatann darah (consanguinity) baik dari pihak ayah maupun ibu di sebut dulur urang atau wargi atau keluarga.
Dalam
masyarakat sunda dikenal istilah sabondoroyot, artinya 7 turunan atau generasi.
Istilah untuk menyebut keturunan dari atas ke bawah tersebut adalah sebagai
berikut :
1) Kolot
2) Embah
3) Buyut
4) Bao
5) Janggawareng
6) Udeg-udeg
7) Gantungsiwur
sedangkan dari bawah ke
atas adalah sebagai berikut :
1) Anak
2) Incu
3) Buyut
4) Bao
5) Janggawareng
6) Udeg-udeg
7) Gantungsiwur
Masyarakat
Sunda mempunyai kebebasan untuk memilih jodohnya, namun terdapat larangan
menikah dengan sesama keluarga batih, selain itu dianjurkan untuk tidak menikah
dengan saudara dekat, agar persaudaraan makin luas dan kalau ada penyakit tidak
ditunkan. Pepatah sunda mengatakan “lamun nyiar jodo kudu sawaja sabeusi”
artinya dalam mencari jodo harus sesuai dan cocok.
Sistem
keluarga dalam suku Sunda bersifat parental, garis keturunan ditarik dari pihak
ayah dan ibu bersama. Dalam keluarga Sunda, ayah yang bertindak sebagai kepala
keluarga. Ikatan kekeluargaan yang kuat dan peranan agama Islam yang sangat
mempengaruhi adat istiadat mewarnai seluruh sendi kehidupan suku Sunda.Dalam
suku Sunda dikenal adanya pancakaki yaitu sebagai istilah-istilah untuk
menunjukkan hubungan kekerabatan. Dicontohkannya, pertama, saudara yang
berhubungan langsung, ke bawah, dan vertikal. Yaitu anak, incu (cucu), buyut
(piut), bao, canggahwareng atau janggawareng, udeg-udeg, kaitsiwur atau
gantungsiwur. Kedua, saudara yang berhubungan tidak langsung dan horizontal
seperti anak paman, bibi, atau uwak, anak saudara kakek atau nenek, anak
saudara piut. Ketiga, saudara yang berhubungan tidak langsung dan langsung
serta vertikal seperti keponakan anak kakak, keponakan anak adik, dan
seterusnya. Dalam bahasa Sunda dikenal pula kosa kata sajarah dan sarsilah
(salsilah, silsilah) yang maknanya kurang lebih sama dengan kosa kata sejarah
dan silsilah dalam bahasa Indonesia. Makna sajarah adalah susun galur atau garis
keturunan.
C. Sistem kekerabatan di Kampung Naga
Dahulu, di
Kampung Naga terdapat berbagai macam aturan dalam hal kekerabatan. Misalnya,
pernikahan. Dahulu masyarakat Kampung Naga tidak memperbolehkan warganya untuk
menikah dengan orang-orang dari luar Kampung Naga. Hal ini dimaksudkan agar
kemurnian tradisi Kampung Naga tetap terjaga. Setelah kelompok kami melakukan
sedikit tanya jawab dengan warga Kampung Naga, mereka berkata bahwa saat ini
pernikahan sifatnya sudah lebih fleksibel. Fleksibel disini yang dimaksudkan
adalah warga Kampung Naga boleh menikahi orang-orang di luar Kampung Naga, dan
sekarang ini warga sudah boleh menentukan apakah setelah menikah akan tetap
tinggal di Kampung Naga, atau pergi keluar dari Kampung Naga. Ini terbukti dari
adanya beberapa keluarga yang istrinya berasal dari luar Kampung Naga. Dan
konon ada juga beberapa warga Kampung Naga yang pergi keluar setelah menikah.
Salah satu budaya atau larangan yang berkaitan erat dengan keturunan adalah
pernikahan, dimana setiap warga Kampung Naga yang sudah cukup umur untuk
menikah tidak boleh menikah dengan orang dari daerah lain. Mengapa begitu? Karena
menurut kebudayaan Kampung Naga hal itu bisa menimbulkan adanya kesenjangan
sosial dan bisa membuka celah-celah era globalisasi yang dapat merusak
kepribadian atau adat-adat yang masih ada di Kampung Naga, yang masih sangat
lekat dengan budaya gotong royong, hormat menghormati, dan mengutamakan
kepentingan golongan diatas kepentingan pribadi. Dalam sistem kekerabatan di
masyarakat, mengambil garis keturunan ayah dan ibu.
Keluarga inti pada mayarakat Kampung Naga terdiri atas ayah, ibu, dan
anak-anak yang belum menikah. Beberapa anak yang sudah menikah ada juga yang
masih tinggal bersama orang tua mereka karena mereka ini belum siap untuk
pindah atau belum memiliki rumah sendiri. Setiap individu yang hidup dalam
suatu masyarakat, secara biologis menyebut kerabat kepada orang yang mempunyai
hubungan darah, baik melalui ayah maupun ibu.
Masyarakat Kampung Naga yang diperluas lagi dengan warganya yang tinggal di
luar wilayah Kampung Naga, masih terikat oleh adat Sa Nega. Mereka
dengan kerabatnya yang secara biologis masih terikat pada adat Kampung Naga
selalu melakukan kegiatan bersama dan ketentuan tersebut dipatuhi oleh seluruh
warga Sa Naga. Pada hakekatnya, berbagai kegiatan dan upacara yang dilakukan
mampu menyatukan mereka dalam satu ikatan kekeluargaan dan satu keturunan.
Disamping
perkawinan, yang berkaitan dengan sistem kekerabatan Kampung Naga adalah sistem
pembagian harta atau warisan. Berbicara masalah pembagian hak waris, terdapat
dua kebiasaan. Sebagian masyarakat berpatokan pada hukum atau syariat agama
islam, yaitu hak waris untuk laki-laki dan perempuan adalah dua berbanding
satu. Akan tetapi sebagaian warga lainnya yang teguh mempertahankan adat
peninggalan leluhurnya membagi warisan berdasarkan hukum adat yang tidak
membedakan hak antara laki-laki dan perempuan.
Tokoh masyarakat dalam rangka membimbing warga masyarakatnya sangat luwes
dan rajin menyampaikan hal-hal yang berkaitan dengan adat yang dianut oleh
masyarakat adat kampung naga tersebut. Sehingga tergeraklah hati nuraninya
warga Kampung Naga untuk mengikuti aturan-aturan yang ada di kampung naga
sehingga menimbulkan peningkatkan kepercayaan dari masyarakat adat. Hal ini
dapat dijelaskan sebagai berikut:
- Pengetahuan
Tokoh masyarakat dalam membina warganya agar dapat mengikuti ketentuan
hukum adat kampung naga, dengan jalan:
- Memberikan contoh yang baik kepada masyarakat tentang pelaksanaan adat nenek moyang yang dimiliki kampung naga.
- Memberikan penjelasan kepada masyarakat adat kampung naga bagaimana cara melaksanakan ketentuan adat yang berlaku di kampung naga.
- Menginformasikan kepada warga masyarakat adat kampung naga bila tidak melaksanakan ketentuan adat yang berlaku.
b.
Pemahaman
Tokoh masyarakat kampung naga berusaha menyampaikan persepsi tentang
adat-adat yang ada dan aturan yang berlaku di kampung naga, sehingga pemahaman warga
masyarakat terhadap adat yang dianutnya seragam dan kuat.
Pemahaman masyarakat adat kampung Naga dapat dilihat dari kehidupan
sehari-hari mereka masih tetap melaksanakan adat leluhurnya secara taat dan
patuh, misalnya: Misalnya tata cara membangun dan bentuk rumah, letak, arah
rumah, pakaian upacara, kesenian, dan sebagainya. Bentuk rumah dan letak rumah
yang ada di kampung Naga semuanya sama.
Di samping itu dalam pelaksanaan upacara adat semua warga dapat mengikuti
dengan hidmat, baik upacara menyepi/hari tabu, hajat sasih maupun upacara
perkawinan sesuai dengan petunjuk yang diberikan oleh Ketua Adat.
c.
Ketaatan
Ketaatan warga kampung Naga terhadap hukum adat sangat kuat, hal ini dapat
dilihat dari pelaksanaan kehidupan sehari-hari seperti tabu, pantangan atau
pamali bagi masyarakat Kampung Naga masih dilaksanakan dengan patuh khususnya
dalam kehidupan sehari-hari, terutama yang berkenaan dengan aktivitas
kehidupannya, pantangan atau pamali merupakan ketentuan hukum yang tidak
tertulis yang mereka junjung tinggi dan dipatuhi oleh setiap orang. Misalnya
tata cara membangun dan bentuk rumah, letak, arah rumah, pakaian upacara,
kesenian, dan sebagainya.
Ketaatan warga ini diawali oleh Tokoh masyarakat dalam membina warganya
dengan memberikan contoh yang baik dalam kehidupan sehari-hari, dan memberikan
sanksi kepada warga masyarakat secara bertahap. Adapun sanksi yang ada pada
masyarakat kampung naga adalah ada dua, antara lain :
- Sanksi tertulis
Bila seseorang atau warga masyarakatnya yang melanggar salah satu adat
(yang dilarang) yang ada di kampung naga misalnya: upacara menyepi/hari tabu,
upacara perkawinan,upacara hajat sasih, maka tindakan yang dilakukan oleh Ketua
Adat, pertama dengan cara menegurnya, kedua dengan cara memberikan surat yang
isinya menyuruh keluar/pindah dari kampung naga untuk selama-lamanya dan sampai
kapan pun tidak bisa mengikuti upacara adat kampung naga.
- Sanksi tak tertulis
Ada beberapa sanksi yang tak tertulis yang berlaku di kampung naga antara
lain:
- Amanat. Amanat artinya pesan yang disampaikan dari leluhurnya/nenek moyangnya kepada seseorang yang dipercaya. Ajaran-ajarannya agar dilaksanakan sesuai dengan aturan yang berlaku di adat kampung naga.
- Wasiat. Wasiat artinya pesan yang diberikan dari leluhurnya kepada seseorang yang dipercaya baik berupa barang atau mantra-mantra agar dilestarikan.
- Akibat. Akibat artinya sesuatu yang terjadi yang disebabkan oleh suatu kejadian atau masalah imbalan dari suatu perbuatan yang dilarang.
Dari penjelasan-penjelasan tersebut di atas hukum adat merupakan salah satu
aturan hukum yang tumbuh dan berkembang pada masyarakat dan selalu dilaksanakan
dalam pergaulan kehidupannya. Mengingat pentingya hukum adat tersebut bagi
kehidupan masyarakat, maka aturan hukum tersebut selalu dipertahankan dan dijunjung
tinggi serta dilaksanakan secara turun temurun dari generasi ke genarasi
seperti pada masyarakat adat kampung naga.
Peran serta tokoh-tokoh masyarakat Kampung Naga seperti telah dijelaskan di
atas tidak dilakukan secara insidental atau temporer, tetapi benar-benar
dilakukan secara kontinyu dan khusus, sehingga pembinaan kesadaran hukum
terarah dan berencana.
Tokoh masyarakat kampung naga memiliki hubungan sosial lebih luas daripada
masyarakatnya, hal ini dapat dilihat dari pengetahuan, pemahaman dan ketaatan
tokoh masyarakat adat terhadap hukum adat yang berlaku di kampung naga, mereka
diyakini oleh masyarakat setempat tokoh masyarakat khususnya Pemimpin adat
adalah seseorang yang biasa disebut kuncen,sebagai orang yang dituakan,
perkataan kuncen sangat didengar dan dipatuhi oleh masyarakat Kampung
adat. Kuncen memiliki hak khusus dalam menerima tamu dan memberi
petunjuk-petunjuk khusus dalam kehidupan adat istiadat Kampung Naga.
Peranan kuncen sebagai pemimpin informal di Kampung Naga terlihat
konkrit ketika memberi nasihat, saran, dan pendapat serta bagaimana ia
mengendalikan perilaku masyarakat Kampung Naga. Kepatuhan warga kepada kuncen
karena ia dipandang sebagai pengemban amanat leluhur, hingga apa yang
diucapkannya akan dipatuhi termasuk larangan untuk tidak membicarakan sejarah,
asal usul Kampung Naga dan tradisi pada hari-hari tertentu.
D. Silsilah atau Keturunan di Kampung Naga
Di kampung
naga, salah satu budaya atau larangan yang berkaitan erat dengan keturunan
adalah pernikahan, dimana setiap warga Kampung Naga yang sudah cukup umur untuk
menikah tidak boleh menikah dengan orang dari daerah lain. Mengapa begitu?
Karena menurut kebudayaan Kampung Naga
hal itu bisa menimbulkan adanya kesenjangan sosial dan bisa membuka celah-celah
era globalisasi yang dapat merusak kepribadian atau adat-adat yang masih ada di
Kampung Naga, yang masih sangat lekat dengan budaya gotong royong, hormat
menghormati, dan mengutamakan kepentingan golongan diatas kepentingan pribadi.
Dalam sistem kekerabatan di masyarakat, mengambil garis keturunan ayah
(Patrilineal).
Note :
Sumber atau data yang saya peroleh berasal dari hasil
study tour saya dkk. bersama sekolah kami (SMAN 1 Bekasi) ke kampung naga pada tahun 2009.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar